kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

April 2014, ekspor CPO Indonesia turun 23%


Jumat, 16 Mei 2014 / 10:55 WIB
April 2014, ekspor CPO Indonesia turun 23%
ILUSTRASI. Armada PT Indo Straits Tbk (PTIS)


Reporter: Handoyo | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya asal Indonesia yang sebelumnya diperkirakan akan meningkat jelang Ramadhan ternyata meleset dari yang diharapkan.

Fadhil Hasan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, situasi ekonomi dan terbitnya beberapa kebijakan penggunaan minyak nabati di negara tujuan ekspor telah menggerus ekspor CPO dan produk turunannya asal Indonesia.

Selain itu, "Spekulasi El Nino ternyata tidak cukup kuat untuk mengerek ekspor," kata Fadhil, dalam siaran persnya, Jumat (16/5).

Volume ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia untuk April 2014 tercatat menurun sebesar 23% dari 1,79 juta ton pada bulan Maret menjadi 1,38 juta ton di bulan April.

Hampir semua negara tujuan utama ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia membukukan penurunan yang cukup signifikan kecuali Amerika Serikat (AS).

China mengurangi pembelian CPO dan turunannya lebih 144.000 ton atau 51% dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni dari 281.000 ton pada bulan Maret menjadi 137.000 ton pada bulan April lalu.

Penurunan permintaan dari China selain pertumbuhan ekonomi melambat, para traders mengalami kesulitan untuk mendapatkan pinjaman bank karena kepercayaan yang masih rendah untuk pinjaman baru hal ini dijuga diperparah dengan melemahnya nilai tukar Yuan terhadap dollar Amerika Serikat.

Karena faktor tersebut pula, China juga tercatat mengurangi pembelian minyak nabati lainnya seperti pembatalan sejumlah kontrak pembelian kedelai asal Amerika Serikat (AS).

India pengimpor terbesar CPO dan turunannya asal Indonesia juga mencatat penurunan permintaan meskipun biasanya jelang Ramadhan negara bollywood ini akan meningkatkan stok minyak nabati di dalam negerinya.

Volume ekspor ke India tercatat turun dari 412.000 ton pada bulan Maret menjadi 353.000 ton pada bulan April. Penurunan permintaan India juga disebabkan inflasi meningkat dan nilai tukar Rupee yang melemah.

Selain itu, untuk menjaga industri minyak nabati di dalam negerinya India telah menotifikasi WTO untuk menyelidiki impor saturated fatty alcohol yang diklaim telah membuat industri refinery India cedera berat.

Keadaan yang cukup mengejutkan di Pakistan. Negara yang mayoritas berpenduduk muslim ini ternyata menurunkan permintaannya meskipun Ramadhan sudah dekat.

Volume ekspor CPO dan turunannya ke Pakistan tercatat menurun 29% dibandingkan dengan bulan lalu yaitu dari 174.000 ton pada bulan Maret menjadi 123.000 ton bulan April.

Penurunan permintaan dari Pakistan disebabkan adanya kebijakan larangan impor minyak goreng dan fatty acid dalam kemasan drum dan pembatasan impor dalam skala besar oleh industri pengguna (seperti industri sabun dan oleochemical) sebagai akibat adanya indikasi impor CPO ilegal.

Permintaan dari AS naik

Di saat hampir semua negara tujuan utama ekspor Indonesia mengalami penurunan, sebaliknya AS pada April ini membukukan kenaikan permintaan yang cukup signifikan meskipun secara kuantitas tidak besar.

Volume ekspor CPO dan turunannya ke AS tercatat meningkat 84% dari 31.000 ton bulan Maret, menjadi 57.000 ton pada bulan April.

Kenaikan permintaan dari AS karena adanya stimulus pendanaan sebesar US$ 60 juta dari pemerintah untuk industri biodiesel yang disalurkan melalui Departemen Pertanian AS (USDA).

Dari sisi harga, harga rata-rata CPO di Rotterdam pada April 2014 bergerak di kisaran US$ 893 per mentrik ton (MT)–US$ 930 per MT, dengan harga rata-rata US$ 911 per MT. Harga rata-rata ini turun sekitar 5% dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Maret US$ 961 per metrik ton.

Penurunan harga CPO ini disebabkan menurunnya permintaan secara global meskipun spekulasi El Nino tetap berkembang, akan tetapi melambatnya pertumbuhan ekonomi, penurunan nilai tukar dan adanya beberapa kebijakan baru di negara konsumen telah menurunkan permintaan.

Pada Mei ini harga diperkirakan cenderung menurun karena pengaruh perlambatan ekonomi. Hal ini mulai terlihat sejak dua pekan pertama Mei ini dimana harga hanya bergerak dikisaran US$ 885 per MT–US$ 900 per MT.

GAPKI memperkirakan harga CPO hingga akhir Mei tidak akan bergerak jauh di kisaran harga US$ 890 per MT-US$ 920per MT.

Diharapkan, mendekati Ramadhan harga dan permintaan bisa terkerek karena biasanya pada bulan Ramadhan konsumsi di negara bermayoritas penduduk muslim akan meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×