Reporter: Vina Elvira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut bahwa bisnis ritel modern dengan format hipermarket seperti Giant, sebenarnya masih bisa berprospek untuk ke depannya.
Hanya saja, ada beberapa catatan penting yang perlu dipahami para peritel modern, agar gerai hipermarket miliknya bisa tetap eksis, terutama di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan bahwa Indonesia adalah negara konsumsi sehingga pendapatan atau pertumbuhan ekonominya itu dominan diperoleh dari sektor konsumsi masyarakat.
Maka dari itu, ketika masyarakat atau sebuah negara masih bergantung pada konsumsi rumah tangga untuk pertumbuhan ekonomi, dapat dipastikan sektor ritel di sana akan tetap hidup, termasuk di dalamnya gerai hipermarket.
Baca Juga: Aprindo fasilitasi vaksinasi 150.000 pekerja ritel, UMKM, dan warga rentan di DKI
"Indonesia itu adalah negara konsumsi, yang artinya bahwa pendapatan atau pertumbuhan ekonominya itu didapat dari dominan sektor konsumsi. Ketika masyarakat berbelanja, maka konsumsinya itu akan menciptakan pertumbuhan dan pertumbuhan itu akan kontribusi bagi ekonomi kita," ujar Roy saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (28/5).
Namun demikian, tetap dibutuhkan berbagai terobosan dan pembaharuan model bisnis agar bisnis hipermarket bisa tetap bertahan di tengah gempuran kondisi pandemi yang serba tidak pasti.
Seperti gerai Hypermart milik PT Matahari Prima Tbk (MPPA), yang diklaim Roy telah melakukan terobosan pada model bisnisnya yang disesuaikan dengan perubahan perilaku konsumen. Salah satunya yakni, mengembangkan sistem belanja park and pick up yang membuat konsumen tidak perlu berbelanja secara mandiri ke dalam gerai.
"Masyarakat cukup memesan lewat telpon barangnya, atau masyarakat dapat memesan lewat aplikasi hypermart.co.id. Kemudian masyarakat ketika datang ke Hypermart setempat,dia gak perlu turun dari mobil, tapi barangnya diantar ke area parking lot yang akhirnya dibayarkan dengan cara Fintech seperti dengan Ovo, Gopay, kartu debit atau kartu kredit," jelas Roy.
Baca Juga: Pengusaha ritel menolak lockdown pusat belanja dan ritel di masa Lebaran
Selain itu, para peritel modern juga bisa melakukan pembaharuan model bisnis pada channel penjualan mereka. Seperti dengan menjual barang-barang mereka ke marketplace besar di Indonesia. "Jadi barang-barang Hypermart itu selain ada di Hypermat online, tapi barang-barangnya sekarang juga ada di Tokopedia, Shopee, dan JDID sebagai marketplace," kata dia.
Maka dari itu, Roy melihat bahwa format hipermarket sebenarnya masih berprospek, sebab di gerai hipermarket-lah masyarakat bisa menemukan seluruh kebutuhan mereka hanya lewat satu toko saja. Mulai dari produk fast moving consumer good (FMCG), barang elektronik, furnitur, sandang, serta yang utama kebutuhan pokok.
"Kalau supermarket kebanyakan hanya kebutuhan pokok bukan kebutuhan sehari-hari, karena kan spacenya cuman 2.000, tapi kalau hypermarket itu kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Itu yang membuat sebenarnya hipermarket tetap berprospek," bebernya.
Baca Juga: Aprindo menolak lockdown mall dan ritel jelang dan saat Lebaran
Di sisi lain, Roy juga mendesak pemerintah untuk menjadikan bisnis ritel modern sebagai sektor prioritas. Sebab, sektor ritel modern masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah, salah satunya agar gerai hipermarket bisa tetap hidup dan tidak down grade ke toko dengan skala lebih kecil seperti supermarket.
"Hipermarket tetap berprospek tapi sangat membutuhkan dukungan insentif dari pemerintah, untuk dapat terus beroperasional dalam menyediakan kebutuhan pokok dan juga kebutuhan sehari-hari," kata dia.
Roy menyatakan bahwa terobosan-terobosan dalam hal pelayanan merupakan hal yang sangat penting di dalam bisnis ritel modern. "Jadi hal-hal yang sifatnya lebih mengutamakan pelayanan serta lebih dekat hadir di masyarakat," tutup dia.
Selanjutnya: Pengusaha ritel menolak lockdown pusat belanja dan ritel di masa Lebaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News