Reporter: Mona Tobing | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah sepertinya hanya menggenjot produksi pangan padi, kedelai dan jagung untuk bisa mencapai swasembada. Namun, pangan lain seperti gandum dikesampingkan.
Padahal kebutuhan gandum setiap tahunnya naik cukup tinggi yakni mencapai 300.000 ton sampai 350.000 ton. Oleh karenanya, jika tidak dimulai untuk meningkatkan produksi gandum, dikhawatirkan gandum akan menjadi menyumbang defisit perdagangan.
Ratna Sari Lopies, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menuturkan, ada tiga faktor yang membuat konsumsi gandum terus mengalami kenaikan. Pertama, kenaikan kebutuhan gandum terjadi sejalan dengan trend kenaikan konsumsi pangan sebesar 6% sampai 7%.
Kedua, gandum menjadi pangan dengan produk turunan paling banyak. “Ketiga, pemerintah tidak menjadikan gandum sebagai prioritas. Akibatnya, produksi gandum dalam negeri tidak terpenuhi dari produksi nasional," kata Ratna, Jumat (20/2)
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mulai memasukkan gandum dalam prioritas. Sebab, jika tidak dimulai tahun ini, diperkirakan dalam waktu 10 tahun defisit pangan dari gandum kian tinggi.
Sekedar informasi, tahun lalu, impor gandum mencapai 7 juta ton. Nah, tahun ini impor gandum diperkirakan mencapai 7,3 juta ton yang akan disebar ke 29 perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News