kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.265   -85,00   -0,53%
  • IDX 7.073   -92,58   -1,29%
  • KOMPAS100 1.039   -16,65   -1,58%
  • LQ45 818   -13,93   -1,67%
  • ISSI 212   -2,57   -1,20%
  • IDX30 421   -5,97   -1,40%
  • IDXHIDIV20 506   -5,92   -1,16%
  • IDX80 118   -2,08   -1,73%
  • IDXV30 121   -1,72   -1,40%
  • IDXQ30 139   -1,80   -1,29%

AS Cabut dari Perjanjian Paris, Bahlil Ungkap Pengaruhnya ke Proyek EBT di Tanah Air


Kamis, 30 Januari 2025 / 15:25 WIB
AS Cabut dari Perjanjian Paris, Bahlil Ungkap Pengaruhnya ke Proyek EBT di Tanah Air
ILUSTRASI. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadia mengungkap ketidakpastian perkembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) di dalam negeri pasca Amerika Serikat (AS) memutuskan mundur dari Perjanjian Iklim Paris, atau Paris Agreement.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadia mengungkap ketidakpastian perkembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) di dalam negeri pasca Amerika Serikat (AS) memutuskan mundur dari Perjanjian Iklim Paris, atau Paris Agreement.

"Bicara tentang energi baru terbarukan ini bicara tentang sesuatu yang kesini-kesini sudah mulai hampir ketidakpastian," ungkap Bahlil dalam sambutannya dalam acara Berita Satu Outlook, di Jakarta, Kamis (30/01).

Menurut Bahlil, mundurnya AS dari perjanjian ini setelah Donald Trump terpilih menjadi presiden yang baru menjadi hal yang perlu diperhatikan negara-negara lain yang masih berada dalam perjanjian termasuk Indonesia.

"Yang menginisiasi Paris Agreement justru perlahan-lahan sudah mulai mundur. Amerika sudah mulai mundur setelah mengkaji ulang. Tapi oke, kita kan bagian daripada konsensus global, jadi harus kita jalanin," tambahnya.

Baca Juga: PBB Konfirmasi Permintaan Penarikan AS dari Kesepakatan Iklim Paris pada Januari 2026

Lebih jauh Bahlil mengatakan dalam mengembangkan EBT, Indonesia masih harus menghitung biaya yang lebih mahal untuk beralih dari energi konvensional atau fosil.

"Yang namanya green energy, cost-nya pasti lebih mahal. sebenarnya kita pada posisi yang sangat dilematis untuk mengikuti 'gendang' ini," kata dia.

Dia juga menyebut bahwa berdasarkan arahan dari Presiden Prabowo, swasembada energi di Indonesia akan tetap memperhitungkan EBT namun bukan berarti mengganti semua sumber energi yang telah lebih dahulu digunakan.

"Sebenarnya kedaulatan energi, bukan mengganti semua energi kita kepada energi yang baru terbarukan," tambahnya.

Baca Juga: Pemerintah Jamin Risiko Gagal Bayar untuk Proyek EBT, Begini Ketentuannya

Dengan keluarnya Amerika dari Perjanjian Iklim Paris, maka investasi atau pembiayaan dari Amerika akan berpengaruh pula pada proyek-proyek EBT di dalam negeri. Terkait hal ini, Bahlil meminta agar Indonesia tidak terjebak dan menghitung dengan baik langkah transisi energi ini.

"Kalau kemudian beberapa negara udah mulai mundur, bahkan lembaga pembiayaannya udah mulai enggak ada, kita jangan sampai terjebak. Harus kita hitung dengan baik," tutupnya. 

Selanjutnya: Kejagung Kawal Program Makan Bergizi Gratis

Menarik Dibaca: 9 Tips Menurunkan Gula Darah Tinggi secara Alami saat Hamil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×