Reporter: Aulia Fitri Herdiana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mendukung kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor.
Sekretaris Jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa pembatasan atau pengendalian barang impor selain dapat mengurangi defisit transaksi berjalan, kebijakan tersebut juga mampu mendorong kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari hulu ke hilir.
Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja perdagangan sektor TPT dalam dekade terakhir terus mengalami penurunan. Ekspor tercatat hanya tumbuh 8,2% sementara impor melonjak hingga 57,1% sehingga surplus neraca perdagangannya menjadi turun dari US$ 7 miliar pada tahun 2005 hingga menjadi US$ 3,78 miliar pada tahun 2017.
"Perolehan devisa bersih sektor TPT dalam dekade terakhir secara kumulatif turun hingga 46%," ucap Redma, dalam siaran persnya, Rabu (29/8),
Ia menjelaskan bahwa konsumsi TPT dalam negeri secara rata-rata tumbuh 6% pertahun, namun pertumbuhan tersebut dinikmati oleh barang-barang impor yang membanjiri pasar sehingga utilisasi produksi sektor ini masih rendah.
"Produsen dalam negeri sangat bisa mensubstitusi produk impor karena utilisasinya rata-rata baru mencapai 73,8%," ungkapnya kemudian.
Sejumlah usulan telah disampaikan APSyFI kepada beberapa kementerian. Menurut Redma, HS 54 dan 55 dari mulai serat hingga kain dinilai telah cukup untuk mensubstitusi produk impor.
Namun Redma mengingatkan impor bahan baku yang digunakan untuk ekspor agar tidak dibatasi. “Terutama perusahaan yang dikawasan berikat dan pengguna Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) impor bahan baku harus dipermudah” jelasnya.
Sementara terkait dengan rencana Kementerian Keuangan untuk menaikan PPh Impor 500 produk, pihaknya juga mendukung kebijakan tersebut sebagai salah satu mekanisme untuk mengurangi impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News