Reporter: Benediktus Krisna Yogatama, Francisca Bertha Vistika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ongkos membayar hak cipta menjadi beban yang tidak kecil bagi PT Astra International Tbk. Di balik kesuksesan penjualan tahun lalu sebesar Rp 201,7 triliun dan laba bersih Rp 22,13 triliun, ternyata grup Astra harus rela menyetorkan sebagian penghasilan untuk prinsipal.
Mengacu laporan keuangan emiten yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan saham ASII ini, tahun 2014 lalu, ASII menyetorkan Rp 154 miliar untuk komponen biaya royalti. Angka ini lebih kecil dari 2013 yang nilainya sebesar Rp 156 miliar.
Memang, bagi industri otomotif, pemakaian lisensi bisa dilakukan mulai dalam hal produksi sampai dengan distribusi. Saat ini banyak perusahaan otomotif yang memberikan lisensi ke ASII.
Diantaranya; Automobile Peugeot, BMW AG, Astra Daihatsu Motor, Astra Honda Motor, Mitsubishi Fuso Truck & Bus Corp, Toyota Astra Motor, PT Volvo Indonesia dan banyak lagi.
Tak hanya di otomotif, ASII juga memegang lisensi dari perusahaan alat berat, seperti; BOMAG GmbH & Co OHG, PT Komatsu Marketing & Support Indonesia, Scania, Nissan Diesel dan lain-lain. Selain itu, ASII juga memegang lisensi dari Fuji Xerox Co Ltd.
Iwan Hadiantoro, Investor Relation ASII menjelaskan , pemberian royalti biasanya disetorkan pemegang lisensi produksi, seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) atau PT Astra Daihatsu Motor (ADM).
Sebagaimana diketahui, ASII memiliki porsi saham di kedua perusahaan yang memproduksi mobil merek Toyota dan Daihatsu tersebut. "Kebijakan kembali lagi ke pabrikan yang memproduksi. Pasti membayar karena ada transfer teknologi. Cuma jumlahnya berapa saya tidak tahu persis," jelas Iwan kepada KONTAN, Senin (6/4).
Adapun Warih Andang Tjahjono, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) enggan memberikan komentar soal pemberian royalti kepada pihak prinsipal atau pemegang lisensi merek Toyota ini. "Maaf, ini masalah yang sensitif. Kami tak bisa sebut detailnya," kata Warih.
Soehari Sargo, pengamat otomotif menilai, pemberian royalti oleh industri mobil di Indonesia kepada pemilik lisensi merupakan hal yang lumrah. "Mesti bayar (royalti) dan itu biasa di otomotif," kata Soehari.
Dalam penjelasannya, pemilik lisensi berhak mendapat royalti, karena telah memberikan hak atas merek/hak cipta untuk dikembangkan secara bisnis di Indonesia. Artinya makin besar penjualan, royalti yang harus di bayar pun makin mekar.
Adapun soal besar royalti yang dibayarkan, biasanya bersifat rahasia dan mengacu kesepakatan business to business. "Berapa besarnya itu belum ada aturannya," ujar Soehari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News