Sumber: Warta Kota | Editor: Yudho Winarto
Selain itu, saran dari KPK terkait agar tidak membebani keuangan APBN juga menjadi kehati-hatian bagi Pemda maupun pemerintah pusat terkait pengembangan PLTSa ini.
Untuk PSEL Tangerang misalnya, Mamit melihat ada kegamangan dari Pemda dalam melaksanakan Proyek yang merupakan Program Strategis Nasional ini. Pemerintah Kota berupaya melakukan berbagai kegiatan di luar program PSEL, meskipun proses tender telah terselesaikan.
Tentunya, perlu diingat bahwa pemecahan masalah sampah yang sudah dalam kondisi yang darurat, membutuhkan teknologi yang dapat dengan cepat diimplementasikan, sehingga teknologi yang dipilih tentunya perlu terbukti telah bisa dilakukan dalam skala komersial, dan bukan lagi skala riset.
Peneliti Pusat Kajian Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Agunan Samosir menjelaskan, sudah ada dukungan finansial bagi daerah yang merealisasikan PSEL yaitu, pembiayaan pengelolaan sampah ditetapkan maksimal Rp500.000/ton.
Kemudian, nilai pembelian listrik dari PSEL juga sudah ditetapkan yakni sebesar USD 13.35 cent/kWh, dimana PLN sebagai standby buyer PSEL.
Diharapkan, dengan adanya skema dan ketentuan harga jual listrik, Badan Usaha yang memiliki kemampuan bisa segera melakukan investasi.
“Harapannya 12 Kota prioritas di dalam Perpres 35 Tahun 2018, setelah Surabaya selesai dapat menggugah agar bisa mempercepat pembangunan PSEL nya. Sampah-sampah di Rawakucing (Kota Tangerang), Bantar Gebang (Kota Bekasi), Sari Mukti (Kota Bandung) sudah gawat sekali,” tegas Agunan, Kamis (6/5).
Baca Juga: Pembangunan infrastruktur tata kelola sampah dinilai mandek
Menurut Agunan, kepala daerah bisa menggunakan PMK 26 tahun 2021 Tentang Dukungan Pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagi Pengelolaan Sampah di Daerah sebagai acuan insentif pembiayaan bagi daerah.