kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan dan insentif tersedia, daerah jangan ragu bangun PSEL


Jumat, 07 Mei 2021 / 15:02 WIB
Aturan dan insentif tersedia, daerah jangan ragu bangun PSEL
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Landfill Gas di Tempat Pembuangan Akhir Jatibarang, Kota Semarang,


Sumber: Warta Kota | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah daerah diminta untuk melihat proyek Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL) (dulunya PLTSa) sebagai bagian investasi jangka panjang.

PSEL diyakini akan menjadi salah satu solusi guna menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia. Pemerintah sendiri menargetkan 12 PSEL hingga 2022.

Apalagi sudah ada payung hukum Perpres No 35 Tahun 2018 dimana pada pasal 15 disebutkan, berbagai pemangku kepentingan, terutama di daerah, mesti mendukung penuh agar target tidak meleset.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, pemda dan PLN seharusnya bisa melihat bahwa PSEL merupakan investasi jangka panjang dan terdapat manfaat besar dari pengelolaaan pembangkit dari sampah, lebih dari sekadar listriknya.

Baca Juga: Kunjungan ke Jatim, Jokowi tinjau fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik

Namun demikian, ada kesan PLN enggan membeli listrik yang dihasilkan dari PSEL karena harganya ditetapkan tinggi dalam Peraturan Presiden 35 Tahun 2018.

"Harusnya pola pemikiran dari Pemda atau PLN adalah bagaimana bisa mengurangi sampah secara signifikan mengingat pengelolaan sampah ini menjadi pekerjaan rumah yang besar," kata Mamit dalam pernyataan resminya, Rabu (5/5).

Indonesia, kata Mamit, merupakan salah satu negara yang buruk dalam mengelola sampah. Ia optimistis,  dengan adanya PSEL ini, pengelolaan lingkungan  bisa menjadi lebih baik melalui pemusnahan yang signifikan dan tidak menyisakan kewajiban pengendalian dampak negatif di kemudian hari  dan tentunya juga memberikan produk tambahan berupa listrik yang dihasilkan.

Disampaikan Mamit, dalam kegiatan PSEL, tujuan utamanya bukanlah adalah menghasilkan listrik, tapi bagaimana sampah terkelola dengan baik.

Selain itu, saran dari KPK terkait agar tidak membebani keuangan APBN juga menjadi kehati-hatian bagi Pemda maupun pemerintah pusat terkait pengembangan PLTSa ini.

Untuk PSEL Tangerang misalnya, Mamit melihat ada kegamangan dari Pemda dalam melaksanakan Proyek yang merupakan Program Strategis Nasional ini. Pemerintah Kota berupaya melakukan berbagai kegiatan di luar program PSEL, meskipun proses tender telah terselesaikan.

Tentunya, perlu diingat bahwa pemecahan masalah sampah yang sudah dalam kondisi yang darurat, membutuhkan teknologi yang dapat dengan cepat diimplementasikan, sehingga teknologi yang dipilih tentunya perlu terbukti telah bisa dilakukan dalam skala komersial, dan bukan lagi skala riset.

Peneliti Pusat Kajian Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Agunan Samosir menjelaskan, sudah ada dukungan finansial bagi daerah yang merealisasikan PSEL yaitu, pembiayaan pengelolaan sampah ditetapkan maksimal Rp500.000/ton.

Kemudian, nilai pembelian listrik dari PSEL juga sudah ditetapkan yakni sebesar USD 13.35 cent/kWh, dimana PLN sebagai standby buyer PSEL.

Diharapkan, dengan adanya skema dan ketentuan harga jual listrik, Badan Usaha yang memiliki kemampuan bisa segera melakukan investasi. 

“Harapannya 12 Kota prioritas di dalam Perpres 35 Tahun 2018, setelah Surabaya selesai dapat menggugah agar bisa mempercepat pembangunan PSEL nya. Sampah-sampah di Rawakucing (Kota Tangerang), Bantar Gebang (Kota Bekasi), Sari Mukti (Kota Bandung) sudah gawat sekali,” tegas Agunan, Kamis (6/5).

Baca Juga: Pembangunan infrastruktur tata kelola sampah dinilai mandek

Menurut Agunan, kepala daerah bisa menggunakan PMK 26 tahun 2021 Tentang Dukungan Pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagi Pengelolaan Sampah di Daerah sebagai acuan insentif pembiayaan bagi daerah.

Kehadiran PSEL, diyakini akan menjadi daya tarik karena bisa menjadi salah satu jalan keluar dari masalah sampah yang sampai saat ini belum terselesaikan di berbagai daerah.

Saat meresmikan fasilitas Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, pada Kamis (6/5/2021), Presiden Joko Widodo dengan tegas meminta agar kota-kota lain untuk meniru apa yang telah dilakukan di Surabaya.

“Nanti kota-kota lain akan saya perintah supaya tidak usah ruwet, lihat aja di Surabaya, tiru, kopi,” ujar Presiden.

Jokowi menegaskan, sudah ada Perpres, ada PP, semua dimaksudkan agar PSEL bisa direalisasikan pemerintah daerah. Tujuannya agar pemerintah daerah berani mengeksekusi program pembangunan tersebut tanpa khawatir terhadap payung hukumnya.

“Dulu takut mengeksekusi karena dipanggil. Kejaksaan panggil, nanti kepolisian panggil, ada KPK panggil. Karena payung hukumnya yang tidak jelas sehingga memutuskannya sulit,” ungkapnya.

Untuk diketahui, pembangunan fasilitas pengelolaan sampah menjadi energi listrik di sejumlah daerah prioritas telah sejak lama dibahas oleh Presiden beserta jajaran terkait pada rapat terbatas yang digelar pada 16 Juli 2019 lalu.

Dalam kesempatan kali ini, Kepala Negara kembali menyampaikan bahwa semangat dari pembangunan fasilitas tersebut tidak hanya terletak pada urusan penyediaan listrik semata, tapi juga hendak membenahi salah satu permasalahan soal manajemen sampah utamanya di kota-kota besar. (Ichwan Chasani)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Sudah Ada Payung Hukum, Pemerintah Daerah Tak Boleh Ragu Bangun Proyek PSEL

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×