kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.917.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.318   -32,00   -0,20%
  • IDX 7.374   86,99   1,19%
  • KOMPAS100 1.045   6,53   0,63%
  • LQ45 793   5,09   0,65%
  • ISSI 245   3,75   1,55%
  • IDX30 411   3,46   0,85%
  • IDXHIDIV20 470   4,15   0,89%
  • IDX80 118   0,73   0,62%
  • IDXV30 119   0,45   0,38%
  • IDXQ30 131   1,08   0,83%

Aturan gambut akan diubah


Selasa, 23 Desember 2014 / 10:44 WIB
Aturan gambut akan diubah
ILUSTRASI. manfaat sari kurma untuk kesehatan tubuh.


Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Sebelum resmi diterapkan Mei 2015, pemerintah akan mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) memastikan bakal melunak dengan permintaan pengusaha.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, pemerintah memperhatikan kepentingan perusahaan. Itu sebabnya, akan ada revisi peraturan turunan UU No 31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebelumnya, para pengusaha bidang kehutanan memprotes aturan tersebut.

Ada dua poin aturan yang bakal diubah pemerintah. Pertama, ketentuan mengenai  muka air lahan gambut. Saat ini,  muka air gambut ditetapkan minimal 40 sentimeter (cm) atau 0,4 meter. Kedua,  ketentuan pemanfaatan lahan gambut sebagai area komersial. Pemerintah akan mengizinkan pemanfaatan lahan gambut oleh perusahaan, asalkan memenuhi syarat lingkungan. 

Selama ini, pengusaha mendesak agar penetapan ketinggian minimal ini tidak dipukul rata. Penentuan harus didasarkan kondisi lahan gambut di tiap lokasi. Pengukurannya juga harus diambil rata-rata dalam kondisi tertentu sehingga tidak menjadi debat kusir. Artinya, harus ada pengukuran yang objektif untuk menentukan batas minimal ketinggian muka air.

Meski belum secara tegas memastikan berapa batas minimal muka air gambut yang akan dituangkan dalam revisi PP nanti, Siti mengisyaratkan bahwa aturan itu membawa angin segar bagi kalangan pengusaha kehutanan. Tapi, pengusaha juga harus memastikan komitmen pengelolaan area konservasi. 

Soal izin pemanfaatan area lahan gambut, pemerintah tetap menjamin. Tapi, status izin bukan izin baru. Prioritas yang mendapatkan izin adalah perusahaan yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan lahan gambut sebagai area tanam kebun dan telah memenuhi syarat lestari lingkungan. Pemberian izin baru pengelolaan gambut tidak lagi diberikan. Persoalan ini sempat menuai protes bagi LSM.

Meski tengah dikaji ulang, Siti optimistis implementasi tetap dilakukan sesuai tenggat waktu, yaitu pada Mei 2015. "Kami sedang lakukan tinjauan karena industri yang terimbas PP Gambut tidak hanya kayu, tapi juga minyak kelapa sawit. Kami tidak mau perusahaan itu mati karena PP ini," kata Siti, Senin (22/12).

Tungkot Sipayung, Ketua Advokasi dan Kebijakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melihat, sikap pemerintah masih antipati terhadap pengelolaan lahan gambut.

Lebih baik lahan gambut dikelola oleh industri ketimbang dibiarkan tanpa dikelola. "Pertama ada nilai ekonomi yang didapat negara. Kedua, dikelola perusahaan lebih jelas dan lestari," tandasnya.

Tapi, Fadhil Hasan, Ketua Umum GAPKI menyambut baik langkah pemerintah melakukan kajian ulang terhadap PP Gambut. Selain persoalan aspek lingkungan yang tidak terbukti kerugiannya, justru berkat PP, negara mendapat kerugian materi lebih besar.

Setidaknya, potensi pemasukan sebesar Rp 136 triliun bakal lenyap dari minyak kelapa sawit. Hal ini dihitung dari kehilangan tenaga kerja sebanyak 340.000 kepala keluarga, investasi industri minyak kelapa sawit dan nilai ekspor. Seperti diketahui, devisa yang diterima negara dari industri minyak kelapa sawit sebesar US$ 6,8 miliar per tahun.

KemenLHK mencatat, saat ini luas lahan gambut mencapai 14 juta hektare (ha) dan luas lahan gambut yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha mencapai 7 juta ha. Yang tersisa sekitar 3,6 juta ha sampai 4 juta ha. Sekitar 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal kebun kelapa sawit dan 1,7 juta ha untuk hutan tanam industri (HTI).    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×