kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   11.000   0,58%
  • USD/IDR 16.358   57,00   0,35%
  • IDX 7.287   95,00   1,32%
  • KOMPAS100 1.038   11,82   1,15%
  • LQ45 788   8,41   1,08%
  • ISSI 242   4,64   1,96%
  • IDX30 408   5,59   1,39%
  • IDXHIDIV20 466   2,70   0,58%
  • IDX80 117   1,36   1,18%
  • IDXV30 118   0,01   0,01%
  • IDXQ30 130   1,58   1,23%

Aptindo: Impor Gandum AS Wajar, Indonesia Memang Tak Punya Sumber Domestik


Kamis, 17 Juli 2025 / 21:02 WIB
Aptindo: Impor Gandum AS Wajar, Indonesia Memang Tak Punya Sumber Domestik
ILUSTRASI. Indonesia adalah negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO). Australia masih menjadi sumber utama impor gandum Indonesia hingga tahun 2023.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan untuk menurunkan tarif resiprokal terhadap produk impor asal Indonesia, dari sebelumnya 32% menjadi 19%. 

Pemangkasan tersebut tak lepas dari syarat yang harus dipenuhi oleh Indonesia, salah satunya impor produk pertanian dari AS yang diperkirakan adalah gandum. 

Indonesia akan membeli produk pertanian dari AS senilai US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 73 triliun (kurs Rp 16.271/US$).

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Ratna Sari Loppies, menilai kesepakatan ini sebagai langkah positif dalam hubungan dagang kedua negara. Pasalnya, Indonesia memang tidak memiliki sumber daya gandum domestik dan sangat bergantung pada impor bahan baku tersebut.

“Pada prinsipnya, kami mendukung langkah pemerintah. Ini merupakan bentuk hubungan dagang yang baik. Lagipula, kita memang tidak punya gandum, jadi impor dari Amerika itu wajar,” ujar Ratna kepada Kontan, Rabu (17/7).

Menurutnya, kesepakatan dagang ini perlu dilihat dari sisi kebutuhan nasional. Sebab, impor gandum dari Amerika akan digunakan sebagai bahan baku industri makanan di dalam negeri, seperti biskuit dan makanan olahan lainnya.

Baca Juga: Negosiasi Tarif dengan Trump, Pemerintah akan Kerek Impor Gandum dan Migas dari AS

Ratna juga menepis kekhawatiran bahwa kerja sama ini akan membuka keran bagi produk-produk olahan AS membanjiri pasar domestik, seperti yang terjadi dalam kasus masuknya produk-produk asal Tiongkok ke Indonesia.

“Saya rasa tidak ya. Amerika itu lebih banyak ekspor bahan baku seperti gandum, bukan produk jadi. Biaya logistik mereka juga mahal, jadi kecil kemungkinan mereka ekspor produk olahan seperti biskuit ke sini,” jelasnya.

Di sisi lain, Ratna menilai sistem perdagangan dunia saat ini masih memberikan ruang bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi melalui instrumen pertahanan dagang seperti yang diatur oleh WTO. 

Baca Juga: Impor Gandum Meningkat, Mamin Mendominasi, Bahan Pakan Ternak Sebagian Kecil

“Kalau ada kekhawatiran, kita bisa pakai tools seperti defense mechanism. So far kita punya itu,” tambahnya.

Ratna menilai penurunan tarif dari AS ini dapat menjadi momentum untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan impor. Menurutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa transaksi dagang dengan Amerika memberikan manfaat seimbang bagi kedua belah pihak.

“Pasar Indonesia ini potensial, karena penduduknya banyak. Kita harus bijak menjaga keseimbangan ekspor-impor. Saya rasa negosiasi ini juga sudah melalui proses panjang dan sejauh ini saling menguntungkan,” pungkasnya.

Baca Juga: Impor Gandum dari AS Akan Ditambah, Pengusaha Tak Persoalkan

Selanjutnya: Gelar Private Placement, Sidomulyo (SDMU) akan Terbitkan 2,27 Miliar Saham Baru

Menarik Dibaca: Bikin Kenyang Lebih Lama, Ini 4 Manfaat Protein untuk Diet

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×