Reporter: Dimas Andi, Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menuntaskan sejumlah regulasi teknis pendukung kebijakan pengaturan impor yang dirilis Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun, para pengusaha dari berbagai sektor industri tidak lantas puas dengan penerbitan aturan tersebut.
Sebagai informasi, regulasi yang dimaksud antara lain Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 1, 4, 5, 6, 7, dan 8 Tahun 2024. Keenam Permenperin ini berisi tata cara penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) impor sejumlah komoditas seperti besi dan baja, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, perbekalan peralatan rumah tangga, tekstil dan produk tekstil (TPT), tas, alas kaki, produk elektronik, katup, dan komoditas industri kimia hulu tertentu.
Permenperin tadi merupakan regulasi pendukung dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 yang diubah menjadi Permendag No. 3/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Baca Juga: Perprindo Ungkap Implementasi Permenperin 6/2024 Sangat Kacau
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, penyelesaian peraturan ini membutuhkan waktu mulai dari perumusan draf, proses harmonisasi, hingga mendapat nomor pengundangannya. Baru setelahnya dapat dinyatakan berlaku dan digunakan sebagai dasar hukum untuk menjalankan kebijakan.
"Selain itu, masing-masing peraturan memerlukan waktu yang bervariasi, bergantung pada kompleksitas produknya,” ujar dia dalam keterangan resmi, Minggu (21/4).
Febri menjelaskan, komoditas impor yang membutuhkan Pertek sebagian merupakan produk akhir industri. Adapun impor bahan baku sejauh ini berjalan lancar berkat proses penerbitan Pertek yang cepat, yakni maksimal dalam lima hari kerja.
Dengan adanya Permenperin tersebut, tidak ada alasan mengubah kembali peraturan larangan dan pembatasan (lartas) untuk produk-produk yang sudah siap. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri yang rata-rata sudah bisa menghasilkan produk-produk sejenis dengan produk impor hilir sekaligus memperkuat posisi devisa mata uang rupiah yang sedang tertekan.
Akan tetapi, Indonesia Packaging Federation (IPF) menilai, Permenperin terkait penerbitan Pertek komoditas impor bakal makin mempersulit kegiatan usaha para produsen kemasan nasional.
Sebab, sebanyak 50% kebutuhan resin plastik untuk kemasan masih harus diimpor. Hanya ada dua perusahaan di Indonesia yang mampu memproduksi resin plastik terlazim yakni polietilen (PE) dan polipropilena (PP). Itu pun jumlahnya tidak lebih dari 10 jenis resin saja.
'Semua hal ini dalam aturan teknis baru disamaratakan hanya dalam beberapa HS Code, sehingga harus ada izin khusus dengan laporan surveyor yang berbiaya mahal dan memakan waktu lebih lama," ungkap Business Development Director IPF Ariana Susanti, Senin (22/4).
Kondisi ini jelas membuat biaya produksi kemasan di Indonesia membengkak dan menggerus daya saing terhadap produsen kemasan dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Senada, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menganggap regulasi tata cara penerbitan Pertek dari Kemenperin belum menjawab masalah kebutuhan impor pelaku usaha. Yang ada, beleid ini malah makin memperkuat kesan bahwa pemberian izin cenderung berbasis pada diskresi pada kebijakan di Kemenperin. Ditambah lagi, formula pemberian kuota impor belum jelas sampai saat ini.
"Akibatnya, pelaku usaha yang jujur akan semakin sulit mendapatkan kepastian hukum terkait izin impornya," kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri, Senin (22/4).
Baca Juga: Lindungi Industri Dalam Negeri, Kemenperin Rampungkan Turunan Permendag 3/2024
Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) juga menyebut implementasi aturan penerbitan Pertek komoditas impor sangat kacau. Sebagai contoh, Permenperin 6/2024 yang menyasar produk elektronik impor mulai berlaku tertanggal 6 Februari 2024.
Namun, Kemenperin baru mengundang para produsen elektronik dalam forum penyusunan usulan kebijakan importasi produk elektronik konsumsi rumah tangga pada 22 Maret 2024.
"Ini menyiratkan bahwa Kemenperin belum mengetahui data yang dibutuhkan untuk menyetujui permohonan Pertek terkait setelah peraturan berlaku," terang Ketua Dewan Pembina Perprindo Darmadi Durianto, Senin (22/4).
Perprindo juga menilai, semestinya Permenperin ini diterapkan apabila industri hulu elektronik di dalam negeri sudah siap. Lihat saja, saat ini masih banyak bahan baku produk pendingin refrigerasi yang harus diimpor, seperti kompresor untuk produksi air conditioner (AC).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News