kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Baja HRC Selundupan Membanjiri Pasar Indonesia


Kamis, 25 September 2008 / 19:29 WIB
ILUSTRASI. Kepala dan jajaran BPS dalam penyampaian neraca perdagangan Januari 2020, Senin (17/2) di Gedung BPS, Jakarta. KONTAN/Bidara Deo Pink (Sudah lengkap dan ada foto) Neraca dagang Januari 2020 alami defisit US$ 864 juta. KONTAN/Bidara Pink


Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Test Test

JAKARTA. Membanjirnya baja impor sejak tujuh bulan lalu memunculkan indikasi adanya produk Hot Rolled Coils alias baja canai panas (HRC) selundupan mulai masuk pasar Indonesia. Caranya, dengan memalsukan dokumen sebagai pelat baja impor.

I Putu Suryawirawan, Direktur Industri Logam Departemen Perindustrian (Depperin) mengatakan, volume impor yang terjadi selama tujuh bulan pertama, yang mencapai 7,5 juta ton atau setara dengan US$ 7 miliar, sudah termasuk tidak wajar.

Putu menemukan volume impor bahan baku oleh para importir sama banyak dengan tahun lalu. Yakni, sebesar 4 juta hingga 4,5 juta ton. "Sisanya adalah bahan jadi. Ini sangat membahayakan pasar domestik," katanya, Kamis (25/9).

PT Krakatau Steel (KS) juga menemukan indikasi ini. Ansari Bukhari, Komisaris PT Krakatau Steel mengaku perusahaannya telah mengirimkan surat kepada Departemen Perindustrian (Depperin) dan Ditjen Bea Cukai soal dugaan HRC selundupan ini. "Suratnya sudah kita kirimkan sebulan lalu," tegasnya.

Sayangnya, Ansari enggan menyebut berapa banyak importir  penyelundup itu. Yang pasti, pelat baja itu diduga masuk dari beberapa negara yang terkena bea masuk anti dumping (BMAD). Seperti, China, India, Rusia, Taiwan, dan Thailand.

Modusnya, para importir melaporkan bahwa baja yang didatangkan dalam bentuk pelat. Faktanya, baja tersebut berupa HRC yang sudah dipotong-potong. "Mereka mencari celah agar HRC bisa masuk pasar dan tak terkena BMAD," katanya.

Dengan pemalsuan dokumen itu, importir dan produsen yang terkena BMAD tidak wajib membayar margin anti dumping HRC yang seharusnya sebesar 30% hingga 40%. Mereka cuma membayar bea masuk normal produk baja lembaran impor sebesar 5%.

Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidajat Triseputro mengakui adanya modus ini. Ia melihat, cukup banyak importir dan produsen yang memasukkan HRC berbentuk gulungan. Menurutnya, saat hendak dipasarkan ke Indonesia, importir itu memotongnya dalam bentuk pelat baja gulungan. "Memang modusnya diperkirakan seperti itu," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×