Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM bersama PT Angkasa Pura II tengah merumuskan implementasi sistem manajemen energi berstandar internasional di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten.
Penyusunan ini melibatkan MTR3-United Nations Development Programme (UNDP) dan menjadi bandara pertama di kawasan Asia Tenggara berbasis ramah lingkungan (eco-friendly).
"Ini hasil kolaborasi dengan UNDP sebagai upaya nyata menciptakan energi bersih melalui program konversi energi," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam siaran pers di situs Kementerian ESDM yang , Jumat (12/2).
Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta akan ditargetkan mendapatkan sertifikat global ISO 50001 apabila sudah menetapkan kebijakan energi, tujuan, target energi, rencana aksi, dan proses yang fokus pada efisiensi energi melalui memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT).
Perumusan sistem manajemen energi ini menjadi bahasan utama dalam kick off meeting bersama Angkasa Pura II selaku induk pengelola Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (11/2) lalu.
Perumusan ini sebagai tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Ditjen Kementerian ESDM dan Angkasa Pura II tentang Penerapan Konservasi Energi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan secara Berkelanjutan pada Bandara Udara.
Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM Luh Nyoman Puspa Dewi mengatakan, sampai saat ini di Indonesia baru terdapat 113 perusahaan yang mendapat sertifikat global ISO 50001 yang terdiri dari 2 sertifikat diberikan ke bangunan atau gedung, 64 sertifikat ke perusahaan industri, dan 47 sertifikat ke perusahaan energi.
"Ini bertujuan mencapai penghematan energi dan penurunan gas rumah kaca. Kegiatan sertfikasi ISO 50001 juga dapat berdampak pada kinerja AP II, seperti efisiensi biaya," ujar Puspa.
Lebih lanjut, Puspa menuturkan bahwa konservasi energi menjadi salah satu prioritas utama bagi banyak perusahaan energi dan perusahaan milik negara di Indonesia. Hal ini seiring dengan upaya pemerintah untuk mendorong perusahaan mengadopsi produktivitas lebih baik dengan emisi dan limbah yang lebih sedikit.
Baca Juga: Tol Cipali KM 122 ambles, Menteri PUPR instruksikan 3 hal ini
President Director Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin mengatakan, penerapan Sistem Manajemen Energi bersertifikat global merupakan pakem baru dalam pengembangan eco-friendly airport dan menekan biaya operasional.
"Kami perlu tata cara, strategi, dan SOP baru. Jangan mengelola hal baru dengan cara lama. Dibutuhkan cara baru untuk mempercepat penerapan eco-friendly airport di bandara AP II. Sebab, penggunaan EBT secara masif sudah di depan mata. Apalagi, situasi sulit di tengah pandemi ini memberi kami pembelajaran bahwa ditemukan resep baru pengelolaan bandara yang dapat menekan biaya operasional," ungkap Awaluddin.
Ia melanjutkan, konservasi energi menjadi prioritas bagi Angkasa Pura II sebagai upaya antisipasi perusahaan terhadap isu perubahan iklim global. Salah satu langkah yang sudah diambil adalah pemasangan PLTS di gedung Airport Operation Control Center [AOCC] dan layanan taksi listrik yang dioperasikan Grab dan Blue Bird.
"Bandara Soekarno-Hatta ini akan menjadi point of interest untuk penggunaan energi baru dan terbarukan," tambah Awaluddin.
Adapun sistem manajemen energi untuk Terminal 3 ini nantinya juga dapat digunakan di bandara-bandara lainnya. "Jika sudah memiliki suatu pakem atau standar, maka kami bisa menyesuaikan skalanya untuk diterapkan di bandara lain," imbuh Awaluddin.
Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sendiri merupakan terminal penumpang pesawat terbesar di Indonesia dengan kapasitas mencapai 25 juta penumpang per tahun.
Sementara itu di, Manajer Proyek Nasional MTRE3 - UNDP Boyke Lakaseru mengatakan, pihaknya akan memberikan pendampingan dan dukungan teknis agar Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dapat memperoleh sertifikat ISO 50001.
Dia menuturkan, ada 3 hal yang akan dilakukan dalam merumuskan Sistem Manajemen Energi untuk meraih sertifikat ISO 50001. Pertama, menentukan kerangka kerja detil dan kerangka waktu (workplan & timeline). Kedua, pemetaan profil perusahaan terkait energi. Ketiga, laporan pemetaan Final Energy Management System dan Sertifikasi ISO 50001 oleh TUV SUD di tahun pertama.
Selanjutnya: Meneruskan cuan, sektor pertambangan diprediksi paling moncer di tahun Kerbau Logam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News