Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus Covid-19 yang kian menggila dalam beberapa pekan terakhir membuat industri kesehatan di Indonesia kolaps. Pemerintah pun diharapkan segera membenahi kualitas industri kesehatan dalam negeri.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, industri kesehatan Indonesia memang belum bisa merespons situasi darurat seperti sekarang ini. Sebenarnya, bila dilihat dalam konteks yang lebih luas, hanya sedikit negara maju yang industri kesehatannya siap menghadapi terjangan pandemi Covid-19. “Bahkan AS pun kolaps juga, tapi bedanya mereka negara kaya yang punya sumber daya melimpah,” ujar dia, Kamis (15/7).
Sebaliknya, sumber daya Indonesia di sektor kesehatan masih menjadi tanda tanya, baik dari sisi sumber daya infrastruktur maupun sumber daya manusia. Hal ini terbukti dari masih bergantungnya Indonesia dalam impor obat-obatan terkait Covid-19.
Di awal pandemi saja, Indonesia masih harus mengimpor masker dan sarung tangan medis lantaran industrinya saat itu belum siap.
Baca Juga: Kemenkes mengupayakan produk-produk farmasi bisa diproduksi di dalam negeri
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk farmasi Indonesia di periode Januari–Mei 2021 tercatat sebesar US$ 200,06 juta. Jumlah ini sudah melampaui realisasi impor produk farmasi sepanjang tahun 2020 sebesar US$ 111,10 juta. Adapun pada tahun 2019 atau saat sebelum pandemi terjadi, impor produk farmasi Indonesia hanya mencapai US$ 74,27 juta.
Fasilitas kesehatan di Indonesia pun masih jauh dari kata memadai. Dicky menyebut, dari sisi ketersediaan tempat tidur bagi pasien rumah sakit, saat ini Indonesia hanya punya 1 tempat tidur untuk 1.000 orang.
“Asumsi dari 1.000 orang, 20% perlu perawatan yang artinya 200 orang butuh tempat tidur. Jelas banyak yang tidak kebagian. Ini jelas kolaps jadinya,” ungkap dia.
Baca Juga: Pengamat sebut industri kesehatan belum siap hadapi lonjakan kasus corona
Setali tiga uang dari sisi SDM, rasio dokter di Indonesia disebut Dicky terendah kedua di Asia Tenggara. Dalam hal ini, empat dokter di Indonesia harus melayani 10.000 penduduk. Begitu juga dengan rasio jumlah perawat yang mana hanya ada dua perawat saja untuk melayani 1.000 penduduk.
Dicky menilai bahwa kondisi ini tidak boleh dibiarkan sehingga diperlukan perbaikan dan penataan ulang terhadap industri kesehatan domestik. Sebab, pandemi Covid-19 memperlihatkan betapa rawannya industri kesehatan Indonesia. Dengan begitu, diperlukan peta jalan yang jelas dari pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas infrastruktur hingga layanan kesehatan.
“Saya ingat Kemenkes sudah punya rencana mengurangi impor bahan baku obat dan pengembangan lainnya. Tapi ini perlu komitmen besar dan Indonesia memang harus menciptakan kemandirian di sektor kesehatan,” terang dia.
Baca Juga: Panduan donor plasma konvalesen, mulai syarat, alur hingga biayanya
Di samping itu, Dicky juga menyampaikan, agar industri kesehatan tidak semakin morat-marit, maka mau tidak mau mitigasi berupa pencegahan penularan Covid-19 yang harus betul-betul lebih digalakkan. Dalam hal ini, ia menyarankan supaya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat kembali diperpanjang.
“PPKM Darurat tak cukup hanya dua minggu. Perlu waktu lebih lama untuk mengantisipasi skenario terburuk, apalagi Indonesia saat ini dianggap sebagai episentrum Covid-19 varian Delta,” pungkas dia.
Baca Juga: Telemedicine dan obat gratis pasien isoman diperluas ke wilayah Bodetabek
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News