Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Di sisi lain, saat ini pemerintah sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang didalamnya mengatur perlakuan perpajakan dan PNBP untuk sektor batubara.
Namun, status batubara sebagai BKP ini berdampak terhadap penghitungan PNBP di dalam rumusan RPP Perpajakan. Sebelum batubara ditetapkan sebagai BKP, Sujatmiko mengatakan bahwa Kementerian ESDM dan Kemenkeu membahas RPP dengan tarif PNBP sebesar 15%. Sehingga, penerimaan negara bisa meningkat 13% dari perusahaan PKP2B yang berubah menjadi IUPK.
Dengan batubara yang ditetapkan sebagai BKP, Kementerian ESDM dan Kemenkeu pun sedang melakukan pembahasan untuk mencari formulasi dan regulasi yang tepat, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2020 (UU Minerba). Sebab, UU Minerba mensyaratkan adanya peningkatkan penerimaan negara saat PKP2B menjadi IUPK.
Kementerian ESDM dan Kemenkeu pun melakukan penyesuaian (adjusment) terhadap royalti sebagai bagian dari PNBP. "Karena batubara sekarang BKP, ada restitusi, maka penurunan penerimaan negara dikompensasi dengan royalti. Maka royalti mau nggak mau harus naik 15% saat batubara sebagai non BKP karena kalau royalti nggak naik, amanat UU No. 3/2020 tidak dapat dilaksanakan. Karena kan perpajakan IUPK wajib meningkatkan penerimaan negara," jelas Sujatmiko.
Baca Juga: Target produksi batubara tahun depan tetap dipatok 550 juta ton, ini sebabnya
Lalu, formulasi yang diusulkan saat ini adalah pengenaan tarif PNBP dan pentahapan tingkat royalti dengan mempertimbangkan Harga Batubara Acuan (HBA). Kata Sujatmiko, formulasi HBA itu sudah mempertimbangkan rata-rata dalam 10 tahun terakhir, dan proyeksi hingga 20 tahun ke depan.
Dengan begitu, kata Sujatmiko, penerimaan negara bisa tetap meningkat. Namun masih memberikan ruang bagi pelaku usaha secara keekonomian. "Pada saat penerapan pentahapan tingkat royalti sesuai HBA, menjadi terjadinya peningkatan penerimaan negara sebagaimana UU Minerba dan mempertahankan tingkat keekonomian perusahaan sehingga bisa sustainable untuk beroperasi," sebutnya.
Adapun, untuk royalti penjualan batubara di dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) akan ditetapkan flat sebesar 14%. Sedangkan untuk ekspor akan berjenjang, sesuai kesepakatan nanti dengan Badan Kebijakan Fiskal.
Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa RPP Perpajakan dan PNBP itu masih dibahas dengan Kemenkeu. "Inisiatif oleh Kemenkeu, bola di sana, kami memberikan masukan dan pandangan. Kami mengusulkan royalti berjenjang, namun masih membahas angkanya. Status saat ini sedang dirapatkan," pungkas Ridwan.
Selanjutnya: Indonesia coal output at 514 mln tonnes this year, 2021 target unchanged
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News