Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
"Pengalihan ke pusat bisa memotong beberapa birokrasi dan hambatan lain. Produksi dapat disesuaikan dengan rencana nasional karena ijin yang dikeluarkan juga disesuaikan dengan kepentingan nasional," ungkap Budi.
Baca Juga: Chatib Basri sarankan pemerintah lakukan uji coba program kartu prakerja
Namun, kata Budi, peran daerah tidak bisa dilepaskan dalam membantu proses pengawasan, kepatuhan lingkungan dan koordinasi masalah pengembangan masyarakat. "Peran daerah tetap diperlukan, tidak bisa dilepaskan," sebutnya.
Senada dengan itu, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai bahwa barang tambang di luar golongan galian C lebih baik diserahkan ke pemerintah pusat. "Alasan teknik penambangan, pengendalian produksi, dan pengawasan menjadi alasan kuat untuk menarik perijinan tambang ke pusat," tutur Singgih.
Di tengah rezim izin pemerintah daerah, perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan yang sudah ada di tahap Operasi Produksi (IUP OP) semakin menjamur. Singgih memaparkan, IUP OP mineral hingga bulan Februari 2020 mencapai 1.426 IUP, sedangkan IUP OP batubara sebanyak 1.175 IUP.
Secara keseluruhan, data dari Kementerian ESDM mencatat bahwa jumlah pemegang IUP minerba mencapai 3.154 IUP yang tersebar di 32 provinsi, 231 kabupaten dan 11 kota.
Baca Juga: Ada omnibus law cipta kerja, Menkop UKM: UMKM bisa jaminkan kontrak penjualan
Dengan jumlah sebanyak itu, kata Singgih, tata kelola pertambangan menjadi lebih rumit. Padahal, tingkat produksi seharusnya terintegrasi dengan road map pemanfaatan SDA dan road map industri nasional.