kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini strategi pengembangan EBT pascacorona dari Kementerian ESDM


Minggu, 17 Mei 2020 / 07:40 WIB
Begini strategi pengembangan EBT pascacorona dari Kementerian ESDM
ILUSTRASI. Covid-19 juga mempengaruhi pelaksanaan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Corona (Covid-19) yang mewabah secara global berdampak terhadap pemanfaatan energi, seperti permintaan listrik yang turun signifikan. Tak hanya itu, Covid-19 juga mempengaruhi pelaksanaan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) karena adanya gangguan rantai pasokan, ketersediaan tenaga kerja dan masalah dalam pembiayaan proyek.

Direktur Aneka Energi Ditjen EBT dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengungkapkan, saat ini penggunaan EBT di Indonesia baru mencapai 8,55%. Pencapaian tersebut diharapkan terus meningkat sebagaimana target yang telah ditetapkan pada RPTUL baik target capaian untuk pembangkit maupun non pembangkit.

Sebagai informasi, di dalam RPJMN terdapat rencana penambahan target pada energi terbarukan dari tahun 2024 yaitu sekitar 9.050 MW. "Tentunya pencapaian target ini tidak dapat berjalan sendiri tetapi harus didukung perangkat kebijakan, upaya terkait pembiayaan dan lain sebagainya supaya target yang ditetapkan dapat diimplementasikan, terutama karena dampak pandemik saat ini," kata Harris dalam siaran pers, beberapa hari lalu.

Baca Juga: Proyek energi terbarukan perlu jadi prioritas dalam paket stimulus pasca Covid-19

Lebih lanjut, Harris membeberkan beberapa strategi pemanfaatan energi terbarukan pasca Covid-19. Antara lain, Pertama, pemanfaatan anggaran APBN untuk kegiatan yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Salah satu contohnya adalah kerja sama dengan Kementerian KKP dalam pembangunan PLTS untuk cold storage.

Kedua, memanfaatkan waduk/danau untuk pembangunan PLTS terapung, mengacu pada Ketentuan Permen PUPR No.6/2020, 5% dari total luasan waduk untuk PLTS terapung. Ketiga, perbaikan regulasi dengan menyusun Perpres EBT yang dapat mengakselerasi pengembangan EBT melalui perbaikan harga, mekanisme dan tata kelola.

Keempat, kerja sama dengan lembaga internasional dalam mengupayakan pendanaan yang murah, kerjasama pengembangan EBT skala besar, kerjasama dalam integrasi EBT. Kelima, perbaikan peraturan. Beberapa waktu lalu, telah ditetapkan Permen ESDM No 4 Tahun 2020 sebagai upaya perbaikan beberapa hal dari Permen 50 Tahun 2017.

"Namun Permen ESDM tersebut bukan pengganti dari Perpres dan Perpres yang saat ini kita susun tetap diproses," jelas Harris.

Baca Juga: Terima suntikan PMN sebesar Rp 5 triliun, PLN: Untuk penugasan melistriki 433 desa

Dia mengatakan, upaya pencapaian target EBT pasca-Covid-19 tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri. Sehingga, inisiatif lainnya adalah dukungan dari pemangku kepentingan, antara lain Mega Booster Program 50 GW PLTS yang diinisiasi Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia, Program Surya Nusantara: 1 GW per tahun yang diinisiasi oleh IESR, dan PLTS untuk cold storage on grid dan portable.

Dalam pandemi Covid-19 saat ini, Harris menilai bahwa keputusan yang dibuat para pemimpin dunia saat ini akan berpengaruh jangka panjang setelah krisis Covid-19 surut. Harris menilai, ada dua pilihan, dalam kebijakan pengembangan energi.

"Yaitu membuka kembali ekonomi yang di-drive oleh sumber bahan bakar yang gagal di masa lalu, atau memulai jalan menuju masa depan yang bersih, termasuk efisiensi energi. Pemerintah dan investor harus menyikapi bahwa Covid-19 bukan sebagai sinyal untuk memperlambat, tetapi untuk mempercepat EBT,” tegasnya.

Baca Juga: Kementerian ESDM tunda lelang wilayah kerja panas bumi tahun ini

Harris pun menguraikan alasan paket stimulus harus mencakup investasi energi bersih, yaitu: pertama, Energi bersih menghasilkan pengembalian ekonomi 3 - 8 kali lebih tinggi dari investasi awal, sebagaimana analisis World Resources Institute (WRI).

Kedua, Ketidakstabilan harga bahan bakar fosil memberikan peluang global untuk mempercepat peralihan ke energi bersih, Ketiga, investasi dalam EBTKE dapat menghasilkan 63 juta pekerjaan baru pada tahun 2050.

"Dengan kondisi saat ini, kita melihat perlu adanya prioritas untuk EBT dan konservasi energi dalam rangka menghadapi pasca Covid-19, yaitu perlu adanya stimulus,” tandas Harris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×