Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
“Ada beberapa hal positif dari revisi ini. Misalnya, ketentuan pembelian listrik lewat penunjukan langsung yang diakomodasi dengan sejumlah persyaratan. Demikian juga dengan ketentuan BOOT yang diganti dengan BOO,” ungkap Fabby, Selasa (10/3).
Baca Juga: Bangun PLTA Asahan 3, PLN bersiap tambah efisiensi dari energi hijau pada 2023
Hanya memang, harus diakui bahwa Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 belum sepenuhnya ideal untuk benar-benar menarik minat investor. Ini mengingat ketentuan harga jual listrik EBT dalam beleid tersebut masih menggunakan mekanisme Biaya Pokok Produksi (BPP). Namun, hal itu dapat dimaklumi karena saat ini pemerintah juga sedang menggodok Peraturan Presiden (Perpres) tarif EBT.
Fabby berpendapat, draf Perpres tarif EBT direncanakan akan mengakomodasi harga jual pembangkit listrik EBT dengan kapasitas di bawah 20 megawatt (MW) melalui skema feed in tariff (FiT). “Saya kira kalau Perpres EBT terbit, maka Permen ESDM 4/2020 akan dipakai untuk pembangkit listrik di atas 20 MW,” ucap dia.
Di luar itu, Fabby menyampaikan, pemerintah harus fokus untuk menunjukkan sinyal kepada investor bahwa Indonesia serius untuk mengembangkan energi terbarukan. Kuncinya adalah penetapan harga listrik EBT yang ekonomis dan mampu memberikan pengembalian investasi bagi pengembang serta adanya proses bisnis EBT yang jelas dengan risiko berimbang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News