Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa turut menyampaikan pandangannya terkait penerbitan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 4 Tahun 2020.
Aturan ini sejatinya merupakan revisi kedua atas Permen ESDM No 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Baca Juga: Permen ESDM Nomor 4/2020 tentang energi terbarukan terbit, apa saja poinnya?
Menurut Fabby, revisi Permen ESDM No. 50 tahun 2017 sudah ada sejak era Menteri ESDM lama. Ia menilai, revisi tersebut diperlukan untuk memberikan dasar hukum bagi proyek-proyek EBT yang sudah teken kontrak sejak 2017, namun terkendala aspek kemampuan pendanaan karena tidak bankable.
Hal tersebut merupakan imbas dari masalah soal tarif listrik EBT dan skema Build, Own, Operate, and Transfer (BOOT) di dalam Permen ESDM No. 50 Tahun 2017 yang dianggap kurang menguntungkan bagi pengembang energi hijau tanah air.
Diharapkan penerbitan Permen ESDM No 4 Tahun 2020 dapat membuat proyek-proyek EBT yang sebelumnya terkendala menjadi lebih bankable dan segera dieksekusi hingga rampung.
“Ada beberapa hal positif dari revisi ini. Misalnya, ketentuan pembelian listrik lewat penunjukan langsung yang diakomodasi dengan sejumlah persyaratan. Demikian juga dengan ketentuan BOOT yang diganti dengan BOO,” ungkap Fabby, Selasa (10/3).
Baca Juga: Bangun PLTA Asahan 3, PLN bersiap tambah efisiensi dari energi hijau pada 2023
Hanya memang, harus diakui bahwa Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 belum sepenuhnya ideal untuk benar-benar menarik minat investor. Ini mengingat ketentuan harga jual listrik EBT dalam beleid tersebut masih menggunakan mekanisme Biaya Pokok Produksi (BPP). Namun, hal itu dapat dimaklumi karena saat ini pemerintah juga sedang menggodok Peraturan Presiden (Perpres) tarif EBT.
Fabby berpendapat, draf Perpres tarif EBT direncanakan akan mengakomodasi harga jual pembangkit listrik EBT dengan kapasitas di bawah 20 megawatt (MW) melalui skema feed in tariff (FiT). “Saya kira kalau Perpres EBT terbit, maka Permen ESDM 4/2020 akan dipakai untuk pembangkit listrik di atas 20 MW,” ucap dia.
Di luar itu, Fabby menyampaikan, pemerintah harus fokus untuk menunjukkan sinyal kepada investor bahwa Indonesia serius untuk mengembangkan energi terbarukan. Kuncinya adalah penetapan harga listrik EBT yang ekonomis dan mampu memberikan pengembalian investasi bagi pengembang serta adanya proses bisnis EBT yang jelas dengan risiko berimbang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News