Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan yang menerpa proyek strategis nasional (PSN) di sektor hulu migas mendapat sorotan dari Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas). Ini mengingat PSN tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap produksi migas Indonesia di masa mendatang.
Sebagai informasi, saat ini terdapat empat PSN hulu migas yang sedang berlangsung. Di antaranya, proyek Jambaran Tiung Biru (JTB), Tangguh Train III, Indonesia Deep Water, dan Blok Masela. Masing-masing proyek memiliki tantangannya tersendiri, bahkan proyek IDD dan Blok Masela harus menemui kendala berupa ditinggal oleh investor besarnya yaitu Chevron Pacific Indonesia dan Royal Dutch Shell.
Ketua Umum Aspermigas John S. Karamoy menyampaikan, ada beberapa penyebab tersendatnya PSN hulu migas. Salah satunya, pandemi Covid-19 yang menurunkan harga minyak dunia sehingga turut mengurangi keekonomian proyek hulu migas di negara-negara tempat perusahaan migas global beroperasi. “Dengan terbatasnya dana investasi di perusahaan-perusahaan tersebut, maka alokasi dana yang terbatas tersebut bisa berubah,” ujar dia, Kamis (17/12).
Baca Juga: Tahun 2025, ditargetkan SPKLU 2.400 titik dan SPBKLU 10.000 titik
Selain itu, ketidakpastian iklim investasi hulu migas di Indonesia yang turut disebabkan oleh kondisi politik dalam negeri menimbulkan sentimen negatif di mata investor. Tak ketinggalan, pandemi Covid-19 secara umum telah membuat pelaksanaan PSN itu sendiri terganggu lantaran adanya penerapan protokol kesehatan yang ketat.
John melanjutkan, tiga dari empat PSN hulu migas dilaksanakan oleh perusahaan migas internasional. Perusahaan-perusahaan tersebut mengusulkan adanya sejumlah insentif, seperti Tax Consolidation, Tax Holiday, Contract Santity, No Criminalization, Efficient Approvals & Permitting, Profit Repatriation, dan Manpower Utilization yang berkaitan dengan kemudahan berbisnis.
“Untuk tetap memastikan investasi menarik, maka diperlukan perbaikan atas PSC (Production Sharing Contract) versi Indonesia,” ungkap dia.
Untuk perusahaan hulu migas swasta nasional yang tergabung dalam wadah Aspermigas, John bilang bahwa perusahaan tersebut tidak menuntut pendapatan dalam barel, sehingga bentuk kontrak kerja samanya tidak harus berupa pembagian produksi atau production sharing. Adapun kontrak yang berlaku di banyak negara adalah Tax & Royalty atau kontrak jasa. “Jadi perlu dipikirkan pemberlakuan kontrak yang tidak berbentuk production sharing,” imbuh John.
Terkait prospek PSN hulu migas, John menilai proyek tersebut seluruhnya akan cenderung lebih berkontribusi terhadap target produksi gas bumi sebanyak 12 miliar MMSCFD di tahun 2030. Saat ini, produksi gas bumi di Indonesia baru mencapai kisaran 6,8 miliar MMSCFD dan diperkirakan akan tersedia suplai dari proyek eksisting sehingga produksi gas bumi di tahun 2030 tetap di kisaran 7 miliar MMSCFD.
Baca Juga: Pada tahun 2030, bakal ada 2 juta unit mobil listrik dan 14 juta unit motor listrik
Dengan demikian, untuk mencapai target produksi gas bumi 12 miliar MMSCFD, dalam waktu 10 tahun mendatang diperlukan penemuan cadangan gas bumi yang akan menambah 5 miliar MMSCFD di tahun 2030 nanti.
Pemakaian gas bumi sebagai sumber energi baru akan terus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan migas internasional. Saat ini pun terdapat penemuan cadangan gas bumi berukuran besar di beberapa negara yang kelak akan mengisi permintaan komoditas tersebut secara global. Kondisi ini dapat menimbulkan persaingan yang ketat di masa depan. “Sehingga, kalau Indonesia berkeinginan untuk terus ekspor LNG, maka akan bersaing dengan negara-negara penghasil gas bumi yang baru,” pungkas John.
Selanjutnya: PLTA Lau Gunung resmi beroperasi layani 10.000 masyarakat Dairi dan Karo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News