Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya melaksanakan percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Hal ini guna mengatasi permasalahan produksi sampah yang terus meningkat di beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota tertentu.
Tak hanya itu, pemanfaatan sampah secara optimal juga ditujukan untuk menjaga kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengungkapkan, dalam perkembangannya, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan belum mampu dilaksanakan secara optimal.
Pelaksanaan program percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah ini juga membutuhkan komitmen dan upaya dari berbagai pihak, tak terkecuali pemerintah kabupaten/kota, karena penyelenggaraan pengelolaan sampah merupakan wewenang pemerintahan tersebut.
Baca Juga: PLN dan BRI kerjasama sediakan layanan electrifying agriculture
Menurut Febby, ada beberapa tantangan yang dihadapi daerah dalam pelaksanaan program tersebut. Di antaranya, keterbatasan lahan dan daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), keterbatasan anggaran pengolahan sampah, peningkatan produksi sampah yang belum mampu teratasi, dan pengelolaan sampah belum menjadi prioritas utama pemerintah kabupaten/kota.
“Oleh karenanya diperlukan intervensi oleh pemerintah dalam pengelolaan sampah,” tuturnya dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Selasa (19/1).
Intervensi oleh pemerintah dalam pengelolaan sampah tersebut ditujukan untuk membantu pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan sampah, peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengelolaan sampah sesuai target Sustainable Development Goals (SDG), penurunan emisi gas rumah kaca sebagai bagian dari komitmen dalam Nationally Determined Contribution (NDC), serta peningkatan jumlah energi bersih dalam energy mix.
Febby menilai, diperlukan opsi teknologi lain atau breakthrough sebagai solusi pengolahan sampah yang efektif, efisien dan tidak memberatkan APBN/APBD.
“Mungkin bisa kita usulkan beberapa perubahan pada Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 dengan melihat evaluasi dari 12 kota yang ada saat ini. Tentunya untuk melakukan revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 perlu melibatkan Litbang dan Deputi Pencegahan KPK,” terang Febby.
Baca Juga: Indonesia ingin tiru India dan Portugal produksi PLTS berbiaya rendah
Ia menguraikan, beberapa pertimbangan yang diprioritaskan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah, yaitu jenis dan jumlah timbunan sampah, ketersediaan dan kesesuaian lahan, aspek finansial, kepastian off-taker atau pembeli dalam jangka panjang, memenuhi skala keekonomian, produk/residu yang dihasilkan, serta aspek teknis.
Adapun usulan pengaturan proyek percepatan pembangunan PLTSa yaitu:
- Menetapkan batas waktu pembangunan PLTSa yang berhak mendapat fasilitas berdasarkan Perpres. Kota dengan progres yang baik perlu untuk didorong pembangunannya, sedangkan yang tidak agar dievaluasi dengan diberikan batas waktu.
- Tidak menambah kota baru dalam daftar kota yang berhak mendapat fasilitas Perpres.
- Mendorong agar PLTSa menjadi opsi terakhir dalam pengolahan sampah, dengan dua pertimbangan. Pertama, kondisi atau kebutuhan jaringan listrik setempat. Kedua, pemerintah daerah memiliki kapasitas fiskal yang cukup dan wajib menganggarkan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) dalam APBD
- Memasukkan opsi teknologi lain selain PLTSa yang ramah lingkungan dan terjangkau.
- Kementerian LHK perlu menyusun kriteria pemilihan teknologi pengolahan sampah, dengan mempertimbangkan jumlah timbunan sampah, ketersediaan lahan, variasi off-taker, dan tidak memberatkan APBN/APBD.
- Menegaskan kewajiban Pemda untuk menyiapkan BLPS dan penegasan porsi bantuan BLPS oleh pemerintah pusat.
Selanjutnya: Indonesia kebut pengembangan ekosistem kendaraan listrik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News