Reporter: Merlinda Riska | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) memproyeksikan total belanja iklan selama semester I-2013 mencapai Rp 62 triliun. Jumlah itu setara 50% dari target belanja iklan tahun ini sebesar Rp 124 triliun.
Ketua Umum P3I, Harris Thajeb menyatakan, pertumbuhan belanja iklan tahun ini didorong iklan kampanye, mulai kampanye program pemerintah hingga kampanye politik. "Saat ini, mulai terlihat banyak iklan kampanye muncul di media massa. Porsi iklan kampanye ini sangat besar," kata dia, Rabu (29/5).
Tahun lalu, hasil riset Nielsen memperlihatkan bahwa belanja iklan dari sektor pemerintahan/ kampanye menduduki peringkat kedua dengan nilai Rp 4,3 triliun. Adapun posisi pertama diduduki sektor telekomunikasi dengan nilai Rp 4,9 triliun dari total belanja iklan pada 2012 sebesar Rp 87 triliun.
Tahun ini, Harris memperkirakan, belanja iklan sektor telekomunikasi masih bertengger di posisi pertama. Kemudian, menyusul sektor toiletries, kosmetik, dan otomotif. "Untuk otomotif, pertumbuhannya akan agresif karena mereka harus meningkatkan strategi marketing sebagai dampak dari kebijakan uang muka kredit kendaraan," papar Harris.
Dari sisi jenis media, belanja iklan tahun ini juga masih didominasi oleh media televisi. Belanja iklan di televisi bisa mencapai 65%-66% dari total belanja iklan, kemudian koran mencapai 28%-30%. Adapun sisanya adalah radio, majalah dan iklan digital.
Meski televisi masih menjadi media pilihan untuk beriklan, pertumbuhannya hanya 24%. Sedangkan belanja iklan digital tahun ini diproyeksikan akan tumbuh 70%-80%. "Secara kontribusi, iklan digital masih kecil, hanya 3%. Namun, pertumbuhannya cukup tinggi," tutur Harris.
Pertumbuhan belanja iklan digital cukup tinggi karena didongkrak penetrasi pengguna ponsel pintar, perangkat bergerak dan internet. "Meski begitu, belanja iklan di televisi dalam beberapa tahun ke depan masih akan mendominasi," ucap dia.
Ketua Pengembangan Digital Advertising P3I, Danny Oei berpendapat, nilai belanja iklan yang berasal dari sektor usaha kecil menengah (UKM) di sejumlah daerah di Indonesia cukup potensial. "Meski belum ada riset tentang hal ini, saya memproyeksikan banyak UKM yang beriklan melalui media digital itu. Nilainya bisa mencapai US$ 100 juta," ungkap dia.
Potensi besar iklan UKM juga masih tertahan lantaran banyak pelaku UKM belum memahami pentingnya berpromosi. Oleh karena itu, pihak yang berkepentingan perlu mengedukasi para pelaku UKM bagaimana meningkatkan brand awareness. Para pelaku bisnis di Yogyakarta, Bali, dan Surabaya perlu mendapatkan kesempatan yang sama dengan Jakarta. "Saya kira, perlu waktu dua tahun agar terjadi pemerataan antara Jakarta dan luar Jakarta," kata Danny.
Hal penting lainnya adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya di bidang creative digital. "Sebab, creative digital khusus menangani iklan digital ini berbeda dengan creative agency," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News