Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah masih kesulitan untuk menghentikan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Melalui kementerian dan lembaga terkait, pemerintah tengah mencari formulasi untuk menyudahi kegiatan tambang ilegal tersebut.
Kepala Seksie Perlindungan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM Tiyas Nurcahyani mengatakan, pihaknya tengah menyusun peta jalan (roadmap) penanganan PETI. Hanya saja, roadmap itu hanya berfokus pada PETI yang berlokasi di wilayah tambang yang berizin.
Baca Juga: Kaji aturan energi terbarukan! Demi mendorong bisnis energi bersih
Alasannya, Tiyas mengatakan pihaknya hanya melakukan pembinaan dan pengawasan kepada wilayah atau perusahaan tambang yang memiliki izin. Sehingga, sambung Tiyas, penanganan PETI berada di luar kewenangan Ditjen Minerba.
Sayangnya, ia masih enggan membeberkan detail roadmap yang dimaksud. "Kami ada roadmap-nya, tapi nanti yang menjelaskan Pak Dirjen saja. (Roadmap) itu juga untuk bekerjasama dengan tim lintas kementerian," jelas Tiyas dalam diskusi penanganan tambang ilegal yang digelar di Jakarta, Senin (19/8).
Tiyas mengakui pihaknya belum memiliki data yang pasti terkait dengan jumlah PETI yang beroperasi, serta kerugian yang ditimbulkan. Baik itu berupa kerugian finansial, maupun hilangnya cadangan bahan tambang yang dikeruk akibat aktivitas ilegal tersebut.
Tiyas menargetkan, pengumpulan data tersebut bisa rampung pada tahun ini, dan akan diperbarui secara periodik melalui mekanisme pelaporan dari masing-masing perusahaan.
"Belum (memiliki data) kami terus terang tidak melakukan penilaian itu, karenanya upaya pertama yang kita lakukan itu pendataan. Juga menghitung potensi kerugiannya," kata Tiyas.
Adapun, KONTAN sebelumnya memberitakan, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada periode 2015-2016 ada 8.638 titik PETI yang tersebar di Indonesia dengan luas mencapai sekitar 500.000 hektare (ha).
Baca Juga: Asyik, Margin Keuntungan Penjualan Emas Aneka Tambang (Antam) Menebal
Dari hasil verifikasi di 732 titik, sekitar 20% diantaranya merupakan pertambangan emas tanpa izin yang tersebar di 33 provinsi, kecuali DKI Jakarta. Dari data tersebut, kerugian negara yang ditimbulkan dari pertambangan emas ilegal ditaksir mencapai Rp 38 triliun. Sedangkan untuk non-emas sekitar Rp. 315 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Infrastruktur Minerba Deputi III Kemenko Maritim John H. P. Tambun mengatakan, pihaknya akan menjadikan wilayah Gunung Botak, Maluku sebagai percontohan dalam penanganan penambangan emas ilegal.
John bilang, penanganan tersebut diinstruksikan langsung oleh Presiden Jokowi, dengan melibatkan sejumlah kementerian/lembaga, yakni Sekretariat Kabinet, Kemenko Maritim, Kemenko Polhukam, Kementerian ESDM, KLHK, serta Pemerintah Provinsi.
"Minggu-minggu ini juga akan ada pembahasan. (Targetnya) akhir tahun sudah ada pengelolaan di Gunung Botak," ujarnya.
John mengklaim, sejak mulai ditutup pada akhir tahun lalu, sudah ada sekitar 10.000 penambang ilegal yang ditertibkan. Selanjutnya, John mengatakan bahwa pemerintah membuka peluang BUMN pertambangan, yakni PT Aneka Tambang Tbk. dan PT Timah Tbk., untuk mengelola wilayah Gunung Botak.
Sebagai solusi laternatif, sambungnya, kedua BUMN tersebut diminta untuk melakukan kemitraan dan pembinaan kepada penambang lokal. "Kalau bisa dimitrakan bagus, mana yang paling efektif nanti gubernur yang memutuskan, karena kewenangannya," ujar John.
Di sisi lain, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Eko Susanda mengklaim, pihaknya terus menindak aktivitas PETI. Ia menyebut, sepanjang 2013-2017 Bareskrim Polri sudah menindak 1.384 perkara tambang ilegal.
Sementara, untuk data penindakan pada tahun 2018 dan tahun ini, Eko belum bisa membukanya. Menurut Eko, jumlah PETI akan dipengaruhi oleh pergerakan permintaan pasar dan juga harga komoditas.
Terkait dengan penindakan PETI ini, baik Tiyas maupun John tak menampik bahwa adanya sokongan dana dan perlindungan dari pihak tertentu membuat penanganan tambang ilegal menjadi terjegal. "(PETI) banyak yang menggunakan alat berat, artinya bermodal, ada yang modalin, jadi ada yang back-up," tandas Tiyas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News