kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Berharap harga timah terdongkrak beleid ekspor


Kamis, 16 Oktober 2014 / 11:25 WIB
Berharap harga timah terdongkrak beleid ekspor
ILUSTRASI. Cara mengatur batas penyimpanan unduhan di Youtube.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Rencana pengetatan ekspor timah dengan membuat satu pintu izin di pemerintah pusat membuat pengusaha girang. Harapannya: kebijakan yang beriringan dengan penetapan kuota produksi agar mendongkrak harga timah. 

Agar kebijakan efektif ini bisa efektif, pengusaha minta agar pemerintah transparan dalam menetapkan besaran jatah produksi di masing-masing perusahaan.  

Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk berpendapat,  selama ini, aturan tata niaga timah lemah. Akibatnya: meski Indonesia sebagai penghasil timah terbesar tidak memperoleh keuntungan maksimal. "Jika direvisi lagi aturan soal timah kami ikut saja," imbuh  Agung kepada KONTAN, Rabu (15/10).

Dalam tiga tahun terakhi , pemerintah lewat Kementerian Perdagangan memang  beberapa kali mengeluarkan kebijakan ekspor timah. Misalnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 78 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Beleid ini mengatur kewajiban menjadi eksportir terdaftar (ET) timah. Untuk mendapatkan ET, harus ada rekomendasi dari gubernur setempat.

Beleid ini kemudian direvisi lewat Permendag No 32 Tahun 2013. Aturan ini mewajibkan ekspor timah batangan lewat bursa berjangka. Tak berselang lama, pada Juli lalu, kebijakan tersebut diubah lagi lewat Permendag Nomor 44 Tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah. 

Dalam beleid terbaru ini, produk timah digolongkan menjadi empat jenis. Pertama timah murni batangan dengan kandungan stannum (Sn) minimal 99,9%; Kedua, timah murni bukan batangan dengan kandungan Sn paling rendah 99,93%; Ketiga, timah solder dengan kandungan Sn paling tinggi 99,7%, serta; Keempat timah bukan solder dengan kandungan Sn maksimal 96%.

Perusahaan yang ingin ekspor timah murni batangan harus mengantongi ET Timah Murni Batangan dan wajib digelar lewat bursa berjangka. Sedangkan untuk ekspor produk timah murni bukan batangan, timah solder, serta timah paduan bukan solder harus memiliki ET-Timah Industri dan boleh diekspor tanpa lewat bursa berjangka.

Produksi dikurangi

Rencanan tahun 2015, pemerintah akan kembali menerbitkan beleid baru yang mengalihkan pemberian rekomendasi ET tidak lagi dari gubernur, melainkan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, pemerintah juga akan memperketat batas minimum kandungan Sn menjadi 99,9% untuk seluruh jenis produk timah, serta penerapan kuota produksi dan ekspor. 

Atas rencana pemberian kuota ekspor timah, Agung menyarankan, penetapan pemberian kuota sebaiknya dengan pertimbangan kapasitas masing-masing usaha. "Harus mempertimbangkan kapasitas terpasang pabrik pemurnian (smelter) yang dimiliki perusahaan, serta luasan areal tambang yang dimiliki perusahaan," ujarnya.

Cahyono, Direktur Utama PT Serumpun Sebalai sependapat dengan Agung. Ia sepakat jika kuota diberikan berdasarkan, besaran wilayah konsesi izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan timah. "Jumlah cadangan timah umumnya tergantung dengan besaran luas wilayah, sehingga pemberian kuota mempertimbangkan kondisi resources masing-masing perusahaan," ujar dia.

Menanggapi ini, Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, dalam aturan baru nanti, pemerintah ingin memangkas volume produksi timah hanya menjadi sekitar 40.000 ton per tahun. Angka ini tentu jauh lebih rendah ketimbang rata-rata selama ini produksi mencapai 90.000 ton per tahun.

Pemerintah berharap kebijakan ini bisa mengerek harga timah. Saat ini harga timah di Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) per Rabu (15/10) mencapai US$ 20.415 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×