Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan hasil studi dari Accenture Technology Vision 2019, bisnis saat ini berada pada titik balik. Setiap bisnis telah merangkul pentingnya transformasi digital, dan peluang berikutnya adalah “momentary market”.
Hal itu menunjukkan perusahaan harus benar-benar gesit dengan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memberikan apa yang diinginkan pelanggan saat itu juga (instantaneous).
Ini merupakan babak selanjutnya dari era transformasi digital, dimana teknologi sudah bukan lagi sebagai aspek pelengkap melainkan telah menjadi fondasi sebuah bisnis.
Baca Juga: Operasi terselubung puluhan ribu akun Twitter menghancurkan masa depan NBA di China
Merealisasi peluang ini harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik secara internal maupun eksternal. Melihat perjalanan infrastruktur IT di Indonesia yang masih panjang, pelaku bisnis di tanah air sendiri tampaknya belum bisa memasuki fase baru tersebut.
Misalnya, proyek backbone Palapa Ring yang telah rampung sejak Agustus 2019 hanya bisa menjangkau 514 kota/kabupaten di Indonesia.
Di luar kawasan tersebut, melansir Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) masih banyak wilayah pelosok yang belum tersentuh internet yang dihuni oleh kurang lebih 20 juta jiwa warga.
Mengutip publikasi 'The Global Competitiveness Report' edisi 2019 dari World Economic Forum, indeks daya saing Indonesia tahun ini justru melorot hingga lima peringkat jika dibandingkan posisi pada tahun 2018.
Baca Juga: Hadapi tantangan industri, Indika Energy (INDY) mulai garap bisnis teknologi
Ada beberapa sub-indikator yang perlu menjadi sorotan yaitu kualitas infrastruktur dan adopsi teknologi informasi dan komunikasi Indonesia saat ini masih berada di peringkat 72 dari 141 negara. Ini menunjukkan kesiapan infrastruktur di tanah air yang belum maksimal.
Oleh karenanya penting untuk memahami tantangan yang perlu dihadapi dalam investasi infrastruktur digital mulai dari kurangnya sumber daya manusia yang memadai, ketersediaan akses internet yang mumpuni, regulasi yang belum optimal, sampai ancaman keamanan digital.