kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berikut hambatan investasi infrastruktur digital tanah air


Kamis, 17 Oktober 2019 / 21:03 WIB
Berikut hambatan investasi infrastruktur digital tanah air
ILUSTRASI. Ilustrasi keuangan digital. KONTAn/Muradi/2017/04/18


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan hasil studi dari Accenture Technology Vision 2019, bisnis saat ini berada pada titik balik. Setiap bisnis telah merangkul pentingnya transformasi digital, dan peluang berikutnya adalah “momentary market”.

Hal itu menunjukkan perusahaan harus benar-benar gesit dengan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memberikan apa yang diinginkan pelanggan saat itu juga (instantaneous).

Ini merupakan babak selanjutnya dari era transformasi digital, dimana teknologi sudah bukan lagi sebagai aspek pelengkap melainkan telah menjadi fondasi sebuah bisnis.

Baca Juga: Operasi terselubung puluhan ribu akun Twitter menghancurkan masa depan NBA di China

Merealisasi peluang ini harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik secara internal maupun eksternal. Melihat perjalanan infrastruktur IT di Indonesia yang masih panjang, pelaku bisnis di tanah air sendiri tampaknya belum bisa memasuki fase baru tersebut.

Misalnya, proyek backbone Palapa Ring yang telah rampung sejak Agustus 2019 hanya bisa menjangkau 514 kota/kabupaten di Indonesia.

Di luar kawasan tersebut, melansir Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) masih banyak wilayah pelosok yang belum tersentuh internet yang dihuni oleh kurang lebih 20 juta jiwa warga.

Mengutip publikasi 'The Global Competitiveness Report' edisi 2019 dari World Economic Forum, indeks daya saing Indonesia tahun ini justru melorot hingga lima peringkat jika dibandingkan posisi pada tahun 2018.

Baca Juga: Hadapi tantangan industri, Indika Energy (INDY) mulai garap bisnis teknologi

Ada beberapa sub-indikator yang perlu menjadi sorotan yaitu kualitas infrastruktur dan adopsi teknologi informasi dan komunikasi Indonesia saat ini masih berada di peringkat 72 dari 141 negara. Ini menunjukkan kesiapan infrastruktur di tanah air yang belum maksimal.

Oleh karenanya penting untuk memahami tantangan yang perlu dihadapi dalam investasi infrastruktur digital mulai dari kurangnya sumber daya manusia yang memadai, ketersediaan akses internet yang mumpuni, regulasi yang belum optimal, sampai ancaman keamanan digital.

Heru Sutadi, Eksekutif Direktur Indonesia ICT Institute dalam acara diskusi Golden Circle Club Meeting mengatakan infrastruktur digital Indonesia masih perlu ditingkatkan, sehingga investasi baik dari dalam maupun dari luar masih diperlukan.

Baca Juga: Kuartal III-2019, e-commerce besutan lokal masih perkasa

Namun ia menjelaskan lebih lanjut perlu dukungan dan keamanan investasi, khususnya dalam jangka panjang karena infrastruktur merupakan investasi padat modal dan pengembalian investasi butuh waktu lama.

"Tantangan investasi infrastruktur di Indonesia adalah masih membutuhkan dukungan khususnya pemerintah daerah, ketersediaan listrik dan perlunya equal level playing field antar pebisnis, baik dari dalam maupun luar negeri” Kata Heru dalam siaran pers tertulis yang diterima KONTAN pada Kamis (17/10).

Selain peran pemerintah, peran pelaku bisnis juga tidak kalah pentingnya. Membangun infrastruktur fisik dan sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan merupakan strategi digital untuk bisa memaksimalkan transformasi digital.

Fuad Lalean, Managing Director Accenture Indonesia menyebut terdapat tiga strategi yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis.

Baca Juga: Ditjen Pajak akan bekerjasama dengan BI untuk data e-commerce

Pertama yaitu pengalaman pengguna digital yang lebih baik (digital customer), kedua membangun kapabilitas internal organisasi (digital enterprise), dan terakhir adalah penerapan digital pada kegiatan operasional (digital operations). "Contohnya, dengan memanfaatkan infrastruktur cloud yang dilengkapi infrastruktur fisik dan regulasi," Ujar Fuad.

Golden Circle Club Meeting yang digelar oleh PT Computrade Technology International (CTI Group) sendiri dilaksanakan sebagai wadah bertukar informasi dari para pakar untuk mengetahui lebih detail bagaimana kondisi infrastruktur digital di tanah air.

Hal tersebut dijelaskan Rachmat Gunawan Direktur CTI Group bertujuan agar para pelaku bisnis bisa meraih peluang dari ketersediaan infrastruktur tersebut, serta menentukan langkah apa yang perlu dilakukan agar bisnis mereka semakin berkembang.

"Bahkan dapat turut berkontribusi untuk meningkatkan infrastruktur digital tanah air dan mendukung visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara tahun 2020 mendatang," terang Rachmat Gunawan.

Baca Juga: BKPM: Ekonomi digital akan menjadi massa depan investasi langsung di Indonesia

Golden Circle Club Meeting merupakan forum diskusi tahunan yang diselenggarakan CTI Group bagi para mitra bisnisnya yaitu System Integrator dan Independent Software Vendor.

Tahun ini, Golden Circle Club Meeting mengadakan panel diskusi yang membahas tentang 'Driving Infrastructure Investments to Support Digital Business'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×