Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pelaku industri hulu petrokimia keberatan rencana pengurangan atau bahkan pembebasan bea masuk produk petrokimia atau bahan baku plastik ke Indonesia. Mereka menilai, jika kebijakan ini dilakukan, produk petrokimia impor bisa membanjir di Indonesia.
Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik bilang, permintaan industri hilir petrokimia yang mengajukan pembebasan atau pengurangan bea masuk produk petrokimia akan menjadi petaka bagi industri hulu. "Jika bea masuk petrokimia dibebaskan, sama saja membuka keran impor," kata Budi pada Kamis (5/3).
Walau tak setuju, faktanya, kebutuhan petrokimia untuk bahan baku plastik belum bisa terpenuhi oleh industri domestik. Dengan 60% bahan baku plastik berupa polipropilena dan polietilena, hanya 2,7 juta ton yang bisa diproduksi di dalam negeri.
Adapun, total kebutuhan mencapai 4,5 juta ton. Makanya, impor pun dilakukan. Saat ini, sekitar 85% impor dari Asia Tenggara dan 15% dari Timur Tengah.
Keberatan akan penurunan bea masuk impor produk petrokimia juga disampaikan Suhat Miyarso, Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia. Ia bilang, bea masuk produk petrokimia bertujuan mendorong investasi di hulu petrokimia. Jika ditiadakan, maka akan menjadi kabar buruk bagi investasi petrokimia.
Suhat yang juga Direktur PT Chandra Asri Petrochemichal Tbk (TPIA) ini menilai, penghapusan atau penurunan bea masuk produk petrokimia akan menghambat investasi baru petrokimia. Namun begitu, Budi memberi lampu hijau untuk menurunkan bea masuk jenis produk petrokimia yang belum diproduksi di Indonesia, seperti low density polyethlene (LDPE). "Untuk bea masuk polipropilena dan polietilena jangan diturunkan, karena sudah diproduksi di Indonesia,” harapnya.
Saleh Husin, Menteri Perindustrian bilang, pihaknya akan menimbang baik buruk dari dua kepentingan yang bertolak belakang ini. "Kami akan undang keduanya untuk membicarakan masalah ini,” jelas Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News