kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tergantung impor, industri petrokimia terkendala


Senin, 05 Januari 2015 / 18:05 WIB
Tergantung impor, industri petrokimia terkendala
ILUSTRASI. Usaha pengangkutan dan pengiriman kendaraan?Bro Towing.


Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Sejumlah kendala masih menghadang industri petrokimia terutama menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Beberapa kendala itu antara lain masih impornya baku produksi, barang setengah jadi, serta pertumbuhan permintaan yang tak diiringi kapasitas produksi. 

Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik (Inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan, karena masih mengandalkan impor maka bahan baku menjadi lebih mahal. "Pertumbuhan permintaan yang terus meningkat sementara produksinya tak sebesar permintaan," ujarnya pada KONTAN, Senin (5/1). Industri petrokimia mengolah bahan baku untuk produk plastik lain seperti kemasan makanan minuman, otomotif, alat-alat rumah tangga, bahkan pesawat. 

Pada tahun lalu kebutuhan bahan baku petrokimia untuk diolah menjadi plastik sebesar 4,3 juta ton, sedangkan kapasitas produksi resin (jenis petrokimia setengah jadi untuk bahan baku produksi plastik, seperti Polypropelene dan Polyethilene) hanya sekiar 2,2 juta - 2,5 juta ton. 

 "Adapun permintaan plastik dalam negeri terus bertumbuh tiap tahunnya. Indonesia pasarnya besar dan terus bertumbuh, tapi pemenuhannya masih harus impor. Ini adalah tantangan di industri ini," ujar Budi. Selain itu, menurutnya, tantangan yang lain adalah sumber daya manusia di industri petrokimia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×