kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis Grup Salim memperkuat konglomerasi di Indonesia


Rabu, 04 Agustus 2021 / 20:08 WIB
Bisnis Grup Salim memperkuat konglomerasi di Indonesia
ILUSTRASI. Anthoni Salim. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/02/06/2017


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konglomerasi semakin ramai di dunia bisnis Indonesia. Perusahaan-perusahaan berskala jumbo kian melebarkan sayap ke berbagai sektor lain untuk memperkuat ekosistem usahanya. Satu diantara konglomerasi di Indonesia adalah Grup Salim.

Anthoni Salim dan kerajaan bisnisnya mengempit berbagai sektor usaha, mulai dari segmen barang konsumsi, otomotif, logistik dan transportasi, energi, agribisnis, infrastruktur, finansial, telekomunikasi, hingga data center.

Grup Salim menggenggam saham di sejumlah emiten, antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Makmur Tbk (ICBP), PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS), PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET), PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), dan PT Nusantara Infrastructure Tbk (META).

Selain itu, Anthoni salim juga mengempit saham di emiten yang memiliki fokus usaha pada pengembangan bisnis digital dan telekomunikasi seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).

Pengamat dari Lembaga Manajemen FEB UI Toto Pranoto menilai, strategi konglomerasi menjadi opsi yang potensial dipilih oleh grup dengan extra cashflow. Kemudian, grup bisnis tersebut menginvestasikan pada berbagai sektor, khususnya untuk bidang potensial penunjang bisnis mereka di masa mendatang.

"Jadi bidang bisnis baru ini tidak selalu harus related dengan core business mereka. Istilahnya diversifikasi ke unrelated business. Strategi ini yang kemudian dikenal sebagai strategi konglomerasi," ungkap Toto saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/8).

Baca Juga: Agresif Menangkap Peluang di Bisnis Data Center, Prospek Saham TLKM Menjanjikan

Dalam konteks Grup Salim, extra cashflow dapat diraih dari bisnis produk konsumsi hingga ritel dengan kinerja yang bisa stabil, bahkan terus menanjak. "Lalu kenapa masuk ke sektor digital? karena ini yang akan berkembang di masa depan," sambung Toto.

Senada, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda strategi konglomerasi dilakukan untuk pengembangan bisnis ke berbagai sektor guna mengintegrasikan pasar dan membuat diversifikasi pemasukan. Misalnya, ketika konglomerasi masuk ke industri otomotif, sangat mungkin mereka juga masuk ke sektor bisnis energi dan jalan tol.

Sedangkan untuk digital ekonomi merupakan sektor yang sangat prospektif. Juga bagus untuk menunjang industri telekomunikasi dan internet yang dimiliki. "Jadi istilahnya dalam satu ekosistem industri ada beberapa lini bisnis dari Salim Group yang eksis. Jadi faktor profit dan duit yang menyebabkan Salim Group ini bisa berekspansi ke beberapa lini bisnis," sebut Huda.

Dihubungi terpisah, Direktur dan Corporate Secretary Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Titi Maria Rusli mengkonfirmasi, saat ini Anthoni Salim memiliki 9% saham di EMTK. Meski menggenggam saham yang cukup besar, namun Titi masih belum membeberkan bagaimana potensi kerjasama strategis atau sinergi bisnis yang akan dijalin antara EMTK dan Salim Group.

Yang pasti, Titi menyampaikan bahwa pihaknya terbuka bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong kolaborasi usaha. "Kami selalu terbuka untuk bekerja sama dengan setiap pihak yang kegiatan usahanya mendukung usaha EMTK," kata Titi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/8).

Di lain sisi, sebagai catatan, meski konglomerasi terlihat sebagai kerajaan bisnis yang megah, namun strategi ini bukan tanpa risiko. Toto Pranoto menyampaikan, diversifikasi bisnis harus secara matang mempertimbangkan mitigasi risiko ketika strategi itu tidak berhasil sesuai rencana.

"Kalo tidak dimitigasi bisa mempengaruhi kinerja group. Kasus krisis 1998 menunjukkan fenomena bergugurannya bisnis konglomerasi karena dianggap tidak fokus pada core business," pungkas Toto.

Selanjutnya: Konglomerat muda dari pendiri startup bermunculan, ini kata pengamat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×