kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bisnis Grup Salim memperkuat konglomerasi di Indonesia


Rabu, 04 Agustus 2021 / 20:08 WIB
Bisnis Grup Salim memperkuat konglomerasi di Indonesia
ILUSTRASI. Anthoni Salim. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/02/06/2017


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Senada, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda strategi konglomerasi dilakukan untuk pengembangan bisnis ke berbagai sektor guna mengintegrasikan pasar dan membuat diversifikasi pemasukan. Misalnya, ketika konglomerasi masuk ke industri otomotif, sangat mungkin mereka juga masuk ke sektor bisnis energi dan jalan tol.

Sedangkan untuk digital ekonomi merupakan sektor yang sangat prospektif. Juga bagus untuk menunjang industri telekomunikasi dan internet yang dimiliki. "Jadi istilahnya dalam satu ekosistem industri ada beberapa lini bisnis dari Salim Group yang eksis. Jadi faktor profit dan duit yang menyebabkan Salim Group ini bisa berekspansi ke beberapa lini bisnis," sebut Huda.

Dihubungi terpisah, Direktur dan Corporate Secretary Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Titi Maria Rusli mengkonfirmasi, saat ini Anthoni Salim memiliki 9% saham di EMTK. Meski menggenggam saham yang cukup besar, namun Titi masih belum membeberkan bagaimana potensi kerjasama strategis atau sinergi bisnis yang akan dijalin antara EMTK dan Salim Group.

Yang pasti, Titi menyampaikan bahwa pihaknya terbuka bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong kolaborasi usaha. "Kami selalu terbuka untuk bekerja sama dengan setiap pihak yang kegiatan usahanya mendukung usaha EMTK," kata Titi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/8).

Di lain sisi, sebagai catatan, meski konglomerasi terlihat sebagai kerajaan bisnis yang megah, namun strategi ini bukan tanpa risiko. Toto Pranoto menyampaikan, diversifikasi bisnis harus secara matang mempertimbangkan mitigasi risiko ketika strategi itu tidak berhasil sesuai rencana.

"Kalo tidak dimitigasi bisa mempengaruhi kinerja group. Kasus krisis 1998 menunjukkan fenomena bergugurannya bisnis konglomerasi karena dianggap tidak fokus pada core business," pungkas Toto.

Selanjutnya: Konglomerat muda dari pendiri startup bermunculan, ini kata pengamat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×