Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis fixed mobile convergence (FMC) atau konvergensi diproyeksikan akan menjadi sumber pendapatan baru yang sangat menjanjikan bagi perusahaan operator telekomunikasi (telko). Segmen bisnis tumbuh begitu cepat dipicu oleh perubahan perilaku konsumen.
FMC merupakan perpaduan layanan antara seluler dengan fixed broadband (Wi-Fi) yang terintegrasi. Pengguna hanya menggunakan satu operator yang dapat melayani seluruh kebutuhan internet baik di rumah maupun di luar rumah, sehingga layanan akan saling melengkapi.
Direktur Sales Telkomsel, Adiwinahyu B Sigit, menjelaskan layanan konvergensi merupakan bentuk adaptasi industri terhadap permintaan konsumen yang terus berubah.“Perubahan tren ini terjadi ketika banyak sekali demand dan traffic data datang tak hanya dari kantor-kantor tetapi juga dari pengguna di rumah-rumah," kata dia dalam forum diskusi bertajuk Arah Industri Telekomunikasi Indonesia, belum lama ini.
Senada, Dian Siswarini Presiden Direktur & CEO PT XL Axiata Tbk dalam kesempatan yang sama mengatakan, perubahan tren layanan operator telekomunikasi ke FMC akan menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan telekomunikasi yang akan mengubah operator menjadi perusahaan teknologi.
Ia bilang, FMC akan menjadi masa depan di industi telko dan itu suatu keniscahayaan. Operator tak bisa lepas dari memberikan layanan convergence kepada masyarakat. Sehingga, apapun kebutuhan pelanggan di rumahnya itu bisa dilayani oleh layanan FMC dari operator telekomunikasi.
Baca Juga: XL Axiata Proyeksi Kenaikan Trafik Data pada Periode Pemilu Tak Sebesar Momen Lebaran
FMC berkembang pesat karena mampu merepresentasikan integrasi dari jaringan, layanan, dan aplikasi komunikasi tetap dan bergerak. Teknologi ini menggabungkan layanan suara, data, dan multimedia melalui infrastruktur jaringan tunggal, baik selular maupun Wi-Fi. Dengan layanan ini, konsumen bisa menikmati akses internet terus-menerus, kapan pun dan di manapun.
Ekspansi operator Telekomunikasi ke FMC tak pelak memacu pertumbuhan bisnis di industri jasa pendukung, seperti ketersediaan menara dan serat optik untuk menjamin kualitas koneksi dan jangkauan. Maka itu, ketergantungan mereka terhadap perusahaan menara (TowerCo) sangat tinggi, terutama di wilayah luar pulau jawa.
Saat ini, industri menara dihuni tiga pemain besar, yakni PT Dayamitra Telekomunikasi (MTEL), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Dari ketiga pemain ini, MTEL memiliki jumlah menara terbanyak dan sangat mendominasi pangsa pasar luar Jawa.
Per Juni 2023, Mitratel tercatat memiliki 36.719 menara, meningkat 27,6% secara tahunan. Sebanyak 15.354 ada di pulau Jawa dan 21.365 menara berada di luar Jawa atau sekitar 58% dari total menara.
Adapun jumlah tenant menara Mitratel mencapai 54.718 atau meningkat 24,6% secara tahunan. Tenant di luar jawa bertambah sebesar 26% pada paruh pertama tahun ini, lebih tinggi dibandingkan di Jawa yang hanya naik 22%.
Baca Juga: Sarana Menara Nusantara (TOWR) Menggelar Ekspansi Fiber Optik
Sementara dari sisi serat optik, Telkom selaku induk usaha MTEL telah menguasai jaringan serat optik sepanjang 173.000 kilometer (km). Sebagai pembanding, TOWR memiliki serat optik sepanjang 93.000 km, TBIG sepanjang 32.000 km dan MTEL sepanjang 27.000 km.
Pelaku pasar meyakini MTEL dan TLKM akan saling memanfaatkan aset Fiber untuk memberikan penawaran yang menarik bagi pelanggan serta dapat mengoptimalisasi CAPEX sehingga memiliki gain yang optimal bagi kedua belah pihak.
Menurut analis Samuel Sekuritas Indonesia, Yosua Zisokhi dan Daniel A. Widjaja, datangnya era 5G dan kesiapan emiten menara telekomunikasi untuk membangun jaringan fiber optik akan semakin mendongkrak permintaan. “Oleh karena itu, kami tetap memberikan rating overweight untuk sektor menara telko,” tulis keduanya dalam riset dikutip Selasa (29/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News