Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurunnya jumlah kunjungan wisatawan asing yang masuk ke Indonesia rupanya cukup berpengaruh pada keberlangsungan bisnis bus wisata. Mau tak mau kini pebisnis tidak bisa lagi mengandalkan sepenuhnya pemasukan dari penyewaan bus wisata semata.
“Jumlah turis inbound turun karena kebanyakan turis Eropa sekarang banyak mencari pantai di Thailand dan Vietnam, jadi tujuan destinasinya bergeser,” ujar Martini Polina, Direktur PT Destinasi Tirta Nusantara Tbk (PDES) kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Tak hanya turis mancanegara, dari dalam negeri sendiri persoalan infrastruktur juga turut menghambat keberlangsungan bisnis penyewaan bus wisata.
Baca Juga: Mengembangkan potensi pariwisata di Kota Tua
Kemacetan yang tidak bisa diprediksi sering kali membuat perusahaan harus menanggung rugi mengembalikan dana konsumen karena busnya belum kembali. Misalnya Jakarta-Bandung yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu 3jam hingga jam, kini sama sekali tidak bisa ditebak.
Kondisi ini semakin diperparah dengan turunnya permintaan dari turis lokal. Jika di tahun-tahun sebelumnya bisa ditebak kapan periode ramai pemesanan, tetapi sekarang sulit diperkirakan. Saat liburan sekolah malah banyak yang menahan diri untuk berlibur. “Persaingannya semakin ketat,” terangnya.
Kata Martini untuk menyiasati kendala di lapangan, akhirnya manajemen lebih memilih tidak menyewakan armada yang akan dipergunakan keesokan harinya. Ia tak ingin mengambil resiko kerugian jika harus mengembalikan dana konsumen. Setidaknya dengan begini konsumennya pun tidak akan kecewa.
Baca Juga: RedDoorz targetkan 1 Juta pemesanan di akhir 2019
Di sisi lain lesunya bisnis penyewaan kendaraan ini juga membuat perusahaan berpikir ulang untuk melakukan penambahan armada baru. Kemungkinan jika terus demikian pembelian armada akan ditunda. “Kami akan mengalihkan ke peningkatan kualitas pengemudi kamu saja,” imbuhnya.
Namun beruntung di tengah lesunya bisnis penyewaan bus, anak usaha Panorama Group ini masih bisa mengandalkan pendapatan dari klien korporasi. Sudah sejak beberapa tahun terakhir manajemen mulai berkonsentrasi melakukan diversifikasi klien.
Kalau dihitung sekarang ini pemasukan dari klien korporasi mencapai 30% kemudian diikuti klien dari sekolah 20%. Bisnis wisata hanya menyumbang 20% terhadap pemasukan perusahaan.
Baca Juga: Kota Yogyakarta bisa jadi role model untuk kembangkan pariwisata DKI Jakarta
Martini sendiri mengaku bersyukur belum lama ini pemerintah memutuskan untuk memperpanjang batas usia bus pariwisata dari 10 tahun menjadi 15 tahun. Dengan begitu, perusahaan bisa mempunyai waktu tambahan untuk menikmati keuntungan dari investasi pembelian bus yang sudah dilakukan. “Ini membantu sekali,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News