Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri bahan bangunan diperkirakan masih terus bergeliat di tanah air. Pelaku usaha berlomba-lomba memenuhi permintaan di tingkat lokal baik dari segmen ritel maupun proyek.
Untuk industri keramik saja, sepanjang 2018 kemarin Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) mencatatkan terdapat pertumbuhan kisaran 5%. "Di 2019 ini kami punya ekspektasi dapat tumbuh kisaran 7%-8%," terang Edy Suyanto, Ketua Umum Asaki saat konferensi pers Indonesia Building & Construction Week, Rabu (6/3).
Terkait segmen pasar keramik masih didominasi oleh pasar ritel dan kelas menengah ke bawah, tampaknya trend tersebut masih bergulir di tahun ini. "75% member kami melayani produk menengah ke bawah, diperkirakan daya beli end user dengan ramainya renovasi rumah bakal meningkat di tahun ini," sebut Edy.
Dari segmen proyek menurut Asaki masih berpeluang untuk berkembang kedepannya, hanya saja salah satu trigger nya seperti sektor properti meski mulai bertumbuh namun lajunya tergolong lamban. Membaca kemungkinan akan naiknya permintaan keramik, Edy mengatakan beberapa produsen sudah mulai meningkatkan kembali utilitas atau mengaktifkan line productionnya yang sebelumnya belum maksimal.
"Seperti pabrik Mulia, pabrik PT Jui Shin, Pabrik Gemilang Keramik di Sumedang juga Arwana mulai menambah utilitas atau lini produksi," kata Edy. Dari 380 juta meter persegi produksi di 2018, Asaki memperkirakan kapasitas produksi di tahun ini bakal naik kisaran 410 juta meter persegi sampai 420 juta meter persegi.
Sementara itu bagi industri beton pracetak, segmen pasar proyek menjadi tumpuan utama pemasaran produk ini. Khususnya kue di sektor proyek pemerintah masih potensial digarap para pelaku usaha di bidang ini.
Yushadi, Manajer Investor Relations PT Wika Beton Tbk (WTON) mengatakan prospek bisnis ini dapat dilihat dari pemaparan beberapa kementerian yang mengungkapkan pertumbuhan belanja modal dari BUMN di tahun ini. Belanja modal yang dimaksud tentu berpeluang mengisi kebutuhan building material bagi perseroan plat merah yang membutuhkan ekspansi pabrik.
"Selain itu yang kurang terekspos mungkin demand di daerah," kata Yushadi. Menurutnya tim marketing WTON di daerah juga cukup giat mempromosikan produk perseroan dan mulai dipercaya untuk menyuplai pembangunan di daerah tersebut.
Adapun sebenarnya jika ditilik lagi, kata Yushadi sekitar 45%-50% nilai kontrak yang diperoleh WTON berasal dari proyek infrastruktur, di dalamnya 80% mendominasi dari pemerintah. Sementara sisanya 20% diisi oleh pekerjaan proyek yang ditangani swasta.
Adapun di 2018 kemarin kapasitas produksi WTON telah mencapai 3,8 juta ton, sedangkan ditahun 2019 ini perseroan bakal menambah lagi kapasitas produksi 300.000 ton sehingga diperkirakan sampai akhir tahun 2019 kapasitas mencapai 4,1 juta ton.
Untuk itu manajemen memproyeksikan belanja modal (capital expenditure/capex) tahun ini berkisar Rp 440 miliar hingga Rp 450 miliar. Sebagian digunakan untuk maintenence facility dan penambahan kapasitas pabrikan WTON.
Lalu ada pula perusahaan perdagangan dan industri besi, baja dan aluminium ekstrusi PT HK Metals Utama Tbk (HKMU) meyakini bisnis ritelnya masih tetap tumbuh. Gejolak di tahun politik ini diyakini tak banyak berpengaruh bagi bisnis perseroan.
Sebab kata Imelda, Sekretaris Perusahaan PT HK Metals Utama Tbk (HKMU) perseroan berfokus pada pendistribusian produknya di banyak tempat. "Impactnya tidak ada apalagi kami banyak di ritel," ungkapnya.
Apalagi kata Imelda perseroan telah menambah perluasan area distribusi di berbagai daerah. "Seperti cabang baru di semarang dan surabaya agar distribusi area Jawa Tengah dan Jawa Timur, Bali semakin cepat," sebutnya.
Mengenai target di tahun ini, Imelda enggan membeberkannya terlebih dahulu. Yang jelas, diproyeksikan permintaan produk metal dan aluminium masih bertumbuh baik di domestik maupun luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News