Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi roti di Indonesia terus meningkat. Ritel tradisional hingga modern menyediakan penganan roti yang memiliki ragam varian rasa dan bentuk.
Maulana Wahyu Jumantara, anggota Sub Sektor Bakery Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gapmmi) mengatakan bahwa roti telah menempati urutan ketiga setelah nasi dan mi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. "Di semua kelas dan segmen, penjualan roti meningkat," kata Maulana saat ditemui di Konferensi Pers IBA Bakery Fair 2018, Senin (30/10).
Menurut Maulana yang mengutip data Euromonitor, pertumbuhan rata-rata periode (CAGR) 2010-2014, bisnis roti dan kue Indonesia naik 14%. Sedangkan proyeksi pertumbuhan CAGR periode 2014-2020 untuk bisnis roti dan kue 10%. Sampai 2020, targetnya potensi bisnis roti dan kue nilainya mencapai Rp 20,5 triliun.
"Pelaku usahanya 60% tradisional UMKM, sedangkan 20% produsen besar, sisanya 12% ialah produsen roti artisan," papar Maulana. Pemain besar alias mass production menurut Maulana bisa dihitung dengan jari seperti merek Sari Roti, Mr Bread, Sharon, My Roti dan lainnya.
Adapun contoh produsen roti artisan ialah Holland Bakery yang memiliki outlet khusus dan menerima pesanan spesifik. "Namun di kota-kota besar biasanya memiliki brand artisannya masing-masing," terang Maulana.
Porsi produsen besar roti di Indonesia tercatat di bawah Malaysia yang 22% dan Filipina 57%. "Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, konsumsi roti nasional masih terbilang rendah," kata Maulana.
Selain itu, industri roti mendapat tantangan seperti problem distribusi. "Masa expired roti terbilang pendek hanya lima-tujuh harian," ujar Maulana.
Bagi produsen besar, di hari produksi maka di hari itu pula produk sampai ke toko. Maksimal jarak produsen seperti Sari Roti maupun My Roti misalnya bisa menjangkau hingga 300 kilometer.
Sementara industri roti masih banyak dikelola unit kecil, sehingga pelebaran pasar agak terhambat. Untuk di luar pulau Jawa, kata Maulana, sebenarnya lebih cocok dibangun pabrik skala medium yang banyak dan mendekati pasar.
Selain distribusi, concern utama peningkatan bisnis roti ini adalah inovasi produk. Sebab itulah Gapmmi mendorong agar pelaku usaha roti bisa mengembangkan produknya lebih baik lagi. "Pameran IBA Bakery Fair ini harapannya bisa jadi jalin networking dan edukasi soal trend dunia roti tadi," kata Maulana.
Maulana berharap, pelaku usaha bakery Indonesia setelah mengetahui teknologi terbaru dan trend tersebut bisa menjadi pionir di negara sendiri. Misalnya bagaimana memecahkan masalah pendeknya umur roti tersebut.
Sampai saat ini, meski daya beli ekonomi diyakini lesu dan penjualan ritel menurun, bisnis roti kian moncer. "Pasar roti tidak terpengaruh terhadap hal tersebut," kata Maulana.
Untuk menjadi pengunjung (visitor) pameran IBA Bakery Fair 2018, Kadin Indonesia untuk Jerman EKONID memfasilitasi peserta yang ingin tergabung. Menurut Prieta Perthantri, Head of Trade Fairs Division EKONID peserta pengunjung dari Indonesia cukup beragam. Rata-rata diantaranya supplier oven panggang seperti PT Sinar Himalaya, atau produsen penggilingan tepung PT Eastern Pearl Flour Mills dan Asosiasi Bakery Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News