kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis terhambat wabah corona, ini insentif yang diminta industri migas


Selasa, 14 Juli 2020 / 21:13 WIB
Bisnis terhambat wabah corona, ini insentif yang diminta industri migas
ILUSTRASI. Petugas menyiapkan Meter Regulator Station (MRS) untuk penyaluran gas di stasiun induk PT Java Energy Semesta di Gresik, Jawa Timur, Selasa (16/10/2018). PT Gagas Energi Indonesia, anak perusahaan PT PGN, Tbk menjalin kerja sama dengan PT Java Energy Seme


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Indonesia mengungkapkan perusahaan-perusahaan hulu dan hilir migas nasional mengalami kendala akibat pandemi corona (covid-19).

Ketua Umum Aspermigas John S. Karamoy mengatakan, gangguan secara operasional terutama dialami saat masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Khususnya di wilayah operasi hulu atau pun proyek pembangunan kilang.

Baca Juga: PLN: Tidak tertutup kemungkinan ada penyesuaian rencana gasifikasi pembangkit

Apalagi, jika terdapat karyawan-karyawan dan kontraktor yang datang dari luar daerah operasi yang ditengarai ada penyebaran covid-19. "Yang terkena dampak covid-19 adalah sektor operasi hulu migas dan pembangunan kilang yang menerapkan sistem kerja on and off," kata John kepada Kontan.co.id, Senin (13/7).

Secara operasional, kata John, penerapan protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah memang menjadi suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Namun, untuk memitigasi dampak secara bisnis, John menilai ada insentif yang bisa diberikan pemerintah untuk meredam dampak pandemi covid-19 terhadap industri migas nasional.

"Insentif tambahan bagi pelaku industri migas, ditentukan oleh biaya operasi dibandingkan dengan harga produk," sambungnya.

John memberikan gambaran, di hulu migas harga minyak akhir-akhir ini berada di kisaran US$ 40 per barel atau US$ 40,46 per barel untuk WTI dan US$ 42,95 untuk Brent. Nah, menurut John harus ditilik lagi apakah biaya operasi perusahaan hulu migas di Indonesia masih ada yang di atas US$ 40 per barel atau di bawah itu.

Baca Juga: Kemenhub terbitkan Permen skuter & otopet listrik dengan syarat peningkatan keamanan

"Jika di bawah, tidak dibutuhkan insentif. Jika di atas US$ 40 per barel maka perlu justifikasi yang masuk akal untuk mendapatkan insentif," ujarnya.

Pasalnya, secara nasional biaya produksi hulu migas rata-rata berada di angka US$ 30 per barel. Namun menurut John, bagi perusahaan hulu migas nasional yang biaya produksinya masih di atas US$ 40 per barel bisa diberikan insentif tambahan. "Itu juga untuk mencegah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×