kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Brand Aggregator, Mendorong Pertumbuhan Bisnis Online di Indonesia


Kamis, 23 Desember 2021 / 16:12 WIB
Brand Aggregator, Mendorong Pertumbuhan Bisnis Online di Indonesia
ILUSTRASI. Bisnis Online


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - ​JAKARTA. Berkat pesatnya perkembangan gaya hidup digital di seluruh pelosok negeri, Indonesia baru saja merayakan kelahiran unicorn kedelapannya. Perayaan ini merupakan tonggak penting mengingat Indonesia masih berjuang untuk melindungi ekonominya di tengah terpaan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.

Satu kesamaan yang dimiliki kebanyakan unicorn di Indonesia adalah mereka beroperasi di sektor digital. Bukalapak, Traveloka, Gojek, Tokopedia, Xendit, Ajaib, mereka semua adalah perusahaan ekonomi digital.

Bangkitnya unicorn Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhan yang luar biasa di sektor digital nasional. Sektor ini siap menjadi sektor strategis utama dalam perekonomian pasca pandemi jika Indonesia (sektor publik dan swastanya) benar-benar dapat memanfaatkannya. Dengan demikian dukungan yang solid bagi sektor digital sangatlah diperlukan.

Tentu saja jika dukungan hanya dinikmati oleh segelintir perusahaan digital raksasa yang hampir menjadi unicorn juga tidak dianjurkan. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menjadi unicorn berikutnya dari Indonesia.

Baca Juga: Ekspansi ke Asia Tenggara, SoftBank Ventures Asia Suntik Startup Pembayaran Digital

Perlu mendorong pertumbuhan perusahaan-perusahaan Digital Indonesia secara keseluruhan. Untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan digital baru Indonesia yang kuat secara berkelanjutan dibutuhkan lingkungan bisnis yang kondusif bagi lebih banyak perusahaan digital untuk berkembang.

Itu berarti infrastruktur digital yang lebih baik, sumber daya manusia yang lebih baik, kemudahan berbisnis, antusiasme lebih tinggi diantara para pelaku bisnis, lebih kreatif, dan terutama investasi yang lebih besar.

Akses permodalan dan investasi adalah fokus utama pemerintah Indonesia saat ini dalam mengembangkan industri digital. Dan proses ini bukan tanpa rintangan.

Ketua Tim Pelaksana Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menyatakan nilai pasar digital Indonesia sebesar Rp 616 triliun merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

Namun, data menunjukkan bahwa sebagian besar investasi digital sebesar Rp 60 triliun pada tahun 2020, sebagian besar hanya berputar di wilayah Jabodetabek saja karena kurangnya dukungan infrastruktur.

Jeffrey Yuwono, CEO Open Labs, mengatakan, secara umum, ada beberapa cara bagi perusahaan ekonomi digital ini untuk mendapatkan investor. Tiga cara yang paling populer adalah mendapatkannya dari Private Equity (PE), Venture Capital (VC), atau Brand Aggregator.

Ketiganya cocok untuk iklim bisnis digital di Indonesia. Namun, model bisnis perusahaan digital tidak selalu sesuai dengan kriteria yang dicari VC ataupun PE.

Baca Juga: Ada 3 Perusahaan Lagi yang Bakal IPO di Akhir Tahun Ini

“VC biasanya mencari perusahaan digital dengan model disrupsi yang mendorong pertumbuhan eksponensial, sementara PE cenderung menargetkan perusahaan yang sudah mapan dan terorganisir dengan baik,” kata Yuwono dalam keterangan resminya, Kamis (23/12).

Jadi misalkan sebuah perusahaan B2C dari sektor apapun, yang menjual produknya secara online, dengan omzet tahunan berkisar antara Rp 3 – 100 miliar, bisnisnya tumbuh setiap tahun dan menunjukkan kinerja yang profitable, sementara produknya mendapat Rank/Rating/Review yang baik pada kategori produk, maka mereka dapat menjadi perusahaan yang diincar oleh Brand Aggregator.

Di situlah terdapat celah yang kemudian diisi oleh Brand Aggregator, opsi yang memiliki persyaratan paling fleksibel.

Salah satu Brand Aggregator asal Indonesia, Open Labs, baru-baru ini meluncurkan program ketersediaan dana Rp 1,4 triliun (US$ 100 juta) untuk berinvestasi dalam bisnis yang berpotensi tinggi dan membantu mereka tumbuh secara online, meningkatkan skala operasi, dan menjadi merek konsumen yang hebat.

Untuk lebih membantu para mitra, Open Labs memberikan dukungan teknis dalam meningkatkan sistem operasional perusahaan-perusahaan kecil.

“Open Labs berbeda dari Brand Aggregator lainnya dalam tiga poin utama. Pertama, ketersediaan dana untuk investasi yang ada sebesar USD 100 juta merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Poin kedua adalah kecepatan. Open Labs memiliki waktu tercepat dalam memutuskan apakah suatu perusahaan memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungannya, cukup satu minggu diperlukan untuk pengambilan keputusan dan dua bulan untuk menyelesaikan keseluruhan transaksi. Dalam dunia bisnis yang sangat kompetitif, kecepatan selalu menjadi hal yang penting,” tambah Yuwono.

Baca Juga: Akan IPO US$ 1 Miliar, GoTo Tunjuk Dua Penjamin Emisi

Perbedaan utama terakhir adalah sistem dukungan operasional yang kuat yang disediakan Open Labs untuk mitranya. Apa pun masalah operasional yang dihadapi perusahaan mitra, Open Labs telah mengumpulkan tim ahli yang sangat berpengalaman untuk membantu para mitra meningkatkan kinerja perusahaan mereka.

Saat ini, Open Labs telah memiliki tim kelas dunia yang terdiri dari 60 ahli yang mencakup berbagai aspek operasional dan peraturan bisnis penjualan online. Para ahli ini mewakili talenta yang telah terbukti di berbagai bidang, mulai dari branding dan pemasaran, layanan pelanggan, rantai pasokan, logistik, manajemen keuangan, hingga kepatuhan terhadap peraturan di bidang-bidang seperti pajak dan hukum.

Tim ini akan terus berkembang hingga mencapai 150 ahli. Jadi, apa pun masalah operasional yang dihadapi perusahaan mitra, Open Labs memiliki sumber daya untuk membantu mitra meningkatkan kinerja perusahaan mereka.

Dalam proses pemilihan mitra potensial untuk berinvestasi, Open Labs mengevaluasi setiap prospek calon mitra dalam hal skala bisnis, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, kepemimpinan industri, termasuk komitmen pendiri tunggal atau para pendiri bisnis.

Tidak seperti brand aggregator lain yang menerapkan kebijakan akuisisi langsung 100%, akuisisi Open Labs dimulai dari 51%, yang mencerminkan keinginan Open Labs agar para pendiri bisnis dapat terus mengelola perusahaan sehingga bisnisnya dapat terus berkembang dengan visi, semangat dan komitmen pendiri mitra.

Baca Juga: Didominasi milenial, Ajaib catatkan lebih dari 5 juta transaksi per bulan

Indonesia, seperti juga banyak negara lain pada saat ini, masih bergulat dengan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi. Tapi sudah ada titik terang bagi masyarakat Indonesia.

Tumbuhnya jumlah unicorn, yang sebagian besar merupakan perusahaan digital, bahkan selama pandemi adalah salah satu cara untuk indikasi kemampuan mencapainya.

Pasar juga menunjukkan tanda-tanda positif dengan pertumbuhan pengguna internet 16 persen pada 2020-2021 dan total nilai ekonomi digital negara ini diprediksi mencapai lebih dari Rp 2.098 triliun pada 2025.

Dengan dukungan investasi yang kuat dan para pakar di bidangnya masing-masing, khususnya dari Brand Aggregator seperti Open Labs, Indonesia dapat menjadi pusat lahirnya lebih banyak unicorn di masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×