Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Badan Standardisasi Nasional (BSN) merevisi lima standar nasional industri produk ban. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas ban yang beredar di pasar dan sekaligus menghadang gempuran produk ban impor asal Cina.
Erniningsih, Kepala Pusat Kerjasama Standardisasi BSN mengatakan bahwa revisi itu dilakukan agar regulasi bisa sesuai dengan perkembangan dan situasi industri dalam negeri.
Adapun SNI yang direvisi itu meliputi SNI 06-0098-2012 Ban Mobil Penumpang; SNI 06-0100-2012 Ban Truk Ringan; SNI 06-0099-2012 Ban Truk dan Bus; SNI 06-0101-2012 Ban Sepeda Motor; serta SNI 06-6700-2012 Ban Dalam Kendaraan Bermotor. SNI yang berstatus wajib tersebut bakal berlaku pada minggu ke-8 2015.
Untuk diketahui saja, SNI ban sudah ada sejak 2002 dan diberlakukan wajib pada 2004. Terakhir mengalami revisi pada 2012 dengan mengacu pada beberapa standar internasional. Namun kondisi jalan yang berbeda antara Eropa dengan Indonesia, sehingga perlu revisi yang sesuai dengan standardisasi khusus di Indonesia.
Aziz Pane, Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia mengatakan bahwa revisi SNI itu guna meningkatkan kualitas ban yang beredar di pasar Indonesia. "Ban itu kan salah satu komponen vital kendaraan. Kondisinya harus optimal," ujar Aziz pada KONTAN, Senin (15/9).
Adapun terdapat tiga perbedaan antara SNI yang telah direvisi dan yang sebelumnya yaitu penguatan parameter breaking energy (kekuatan telapak ban), endurance test (ketahanan ban dalam kecepatan dan beban) dan bead unseating. "Indonesia memiliki medan yang berbeda dibandingkan dengan ban yang diimpor dengan kondisi yang berbeda saat diproduksi disana. Contoh, jalan kita kan beda dengan jalan di Eropa, Timur Tengah, Tiongkok segala macam, perlu standar khusus," ujar Aziz.
Ia mengatakan bahwa pelaku industri dalam negeri tidak perlu melakukan investasi tambahan untuk bisa menyamakan standar tersebut. Sementara itu, Uthan M.A Sadikin, Direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) mengaku belum tahu soal revisi SNI tersebut. Namun pihaknya mendukung revisi tersebut. "Bagus itu. Karena secara teoritis bisa menahan masuknya ban Tiongkok yang kelihatannya mau dumping disini," ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya siap dan tidak perlu investasi tambahan agar menyamakan standar revisi tersebut. Pasalnya pihaknya juga sudah penuhi standar internasional saat mengekspor dan penuhi SNI dalam negeri. "Ada beberapa kriteri ban Indonesia lebih tinggi, tapi ada kriteria lain seperti rolling resistance yang standar Eropa lebih tinggi," ujar Uthan.
Erniningsih mengungkapkan, BSN telah menotifikasikan Peraturan Menteri Perindustrian No. 68/M-IND/PER/8/2014 melalui G/TBT/N/IDN/13/Add.3. beserta revisi SNI nya ke World Trade Organization (WTO) pada tanggal 4 September 2014. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Perindustrian yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Perindustrian No. 11/M-IND/PER/1/2012, Peraturan Menteri Perindustrian No. 58/M-IND/PER/1/2012 dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 27/M-IND/PER/5/2013. "Notifikasi yang dilakukan BSN ke WTO itu dilakukan demi transparansi perdagangan dan keadilan dalam berdagangn. Supaya pemain luar bisa mengerti standar yang harus dipenuhi kalau mau dagang di INdonesia," ujar Erniningsih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News