kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor Ban Non SNI Wajib Tetap Marak Sepanjang 2009


Rabu, 20 Januari 2010 / 09:16 WIB
Impor Ban Non SNI Wajib Tetap Marak Sepanjang 2009


Reporter: Raymond Reynaldi |

JAKARTA. Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI) menengarai produk ban non Standar Nasional Indonesia (SNI) masih marak beredar sepanjang 2009. Para importir memanfaatkan celah aturan yang masih membolehkan beberapa jenis ban non-SNI wajib masuk ke pasar dalam negeri.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 14/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan menetapkan, dua produk ban, yakni ban lain-lain dari jenis yang digunakan untuk kendaraan bermotor (nomor HS 40.11.99.10.00) dan ban truk dan bus dengan lebar mulai dari 450 milimeter (HS 40.11.12.09.00) tak perlu ber-SNI wajib.

“Sejak pemberlakuan Permendag 14/2007 impor ban kode HS SNI turun, tetapi yang kode HS non SNI malah tumbuh tajam. Makanya kami menduga importir memanfaatkan celah ini,” ujar Ketua Umum APBI Azis Pane, kemarin.

Dugaan APBI diperkuat data impor ban yang memperlihatkan, impor ban yang masuk ketentuan SNI wajib merosot. Diperkirakan nilainya anjlok dari US$ 29,9 juta di 2008 menjadi US$ 14 juta di akhir 2009. Sepanjang Januari-Agustus 2009 saja, realisasi impor ban SNI baru US$ 7 juta.

Sebaliknya, impor ban non-SNI wajib, tetap tinggi. Dari US$ 80,2 juta di 2007 menjadi US$ 145 juta di 2008. Meski di 2009 diperkirakan turun menjadi US$ 120 juta, tapi nilai ini dilihat tetap besar. Pada Januari-Agustus 2009, realisasi impor ban non SNI sudah sekitar US$ 77 juta.

Sebab itu, Azis mendesak pemerintah menetapkan SNI wajib untuk semua produk ban tanpa terkecuali. Selain itu, dia juga mengusulkan pengetatan ketentuan verifikasi dan penelusuran teknis yang dilakukan di negara asal atau muat barang oleh surveyor independen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×