Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Loyalitas terhadap pekerjaan dan perusahaan, acap membuahkan hasil memuaskan. Setidaknya, prinsip inilah yang dipegang Kiswodarmawan dalam menapaki kariernya hingga menjabat Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk.
Pria ini nyaris tak pernah bekerja di tempat lain dan hanya loyal pada Adhi Karya. Loyalitasnya selama puluhan tahun berbuah manis. Sejak 13 Juni 2011, ia memuncaki posisi di Adhi Karya dan menjabat sebagai Direktur Utama.
Kiswodarmawan menyatakan, merintis pekerjaan dan berkarier di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 58 tahun silam ini mengaku sudah kenyang makan asam garam di dunia konstruksi plat merah, plus berbagai rintangan yang harus dilaluinya.
Dia berkisah, menjadi seorang nakhoda di perusahaan BUMN adalah pengalaman dan pelajaran yang memiliki kesan tersendiri. Menurutnya, tak semua orang punya kesempatan yang sama untuk dipercaya menjadi orang nomor satu di perusahaan pelat merah.
Ayah dua orang anak ini bercerita, loyalitasnya menggeluti dunia pekerjaan bidang konstruksi, tak lepas dari minatnya untuk memaksimalkan keahlian, pengalaman, dan ilmu yang ditimba dari bangku sekolah.
Kiswodarmawan dan dunia konstruksi memang sejalur. Peruntungannya memang di urusan ini. Lihat saja, dia menamatkan kuliah dari Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), tahun 1982. Jalur pekerjaannya nyaris tak pernah keluar dari urusan membangun dan proyek sipil.
Selepas dari bangku kuliah, Kiswodarmawan mulai mencoba peruntungannya untuk melamar pekerjaan di perusahaan yang bergelut di bidang jasa konstruksi. Kala itu, perusahaan konstruksi yang dibidik Kiswodarmawan adalah Adhi Karya. Pertimbangannya, BUMN ini memang kampiun dalam bidang konstruksi di Indonesia. Itu sebabnya, ia merasa tertantang untuk jadi bagian dari Adhi Karya.
Namun, saat itu, Dewi Fortuna belum menyertai perjalanan karier Kiswodarmawan. Sebab, ia lebih dulu diterima menjadi karyawan PT Pembangunan Jaya, perusahaan swasta yang juga bergerak di jasa konstruksi.
Toh, harapan Kiswodarmawan akhirnya terkabul. Pada September 1983, ia diterima bekerja sebagai staf di kantor pusat Adhi Karya. Inilah awal mula Kiswodarmawan merintis karier di BUMN konstruksi.
Setahun bekerja, karier dan kemampuan Kiswodarmawan mulai terasah. Itu sebabnya, jenjang kariernya mulai menanjak dan dipercaya mengepalai sejumlah proyek. Pada periode tahun 1985 hingga 1990, ia menangani sekaligus mengepalai sejumlah proyek di berbagai kota Indonesia, seperti Surabaya, Kendari, Palu dan Manado. Posisinya pun mulai beranjak naik menjadi manajer di perusahaan konstruksi plat merah itu.
Tahun 1991, ia ditunjuk menjadi Kepala Bagian Teknik ADHI di Medan, Sumatra Utara. Posisi ini dipegang Kiswodarmawan hingga tahun 1999.
Berbagai pekerjaan dijalani Kiswodarmawan selama memimpin bagian tersebut. Mulai dari urusan teknik hingga detail bangunan konstruksi.
Selepas dari Sumatera Utara, Kiswodarmawan kembali ke Jawa. Awal tahun 2000, ia ditugaskan menjadi Kepala Divisi Cabang Adhi Karya di Bandung, Jawa Barat. Ia menjabat posisi ini sekitar dua tahun.
Kiswo menyatakan, saat itu Adhi Karya belum memiliki cabang di Jawa Barat. Dus, boleh dibilang, ia ibarat membabat hutan dan merintis pendirian cabang di Jawa Barat tersebut. Dia merasa, inilah tantangan pertamanya memimpin Adhi Karya, namun dalam skala yang lebih kecil.
Upaya anak pensiunan tentara ini mengembangkan cabang baru Adhi Karya di Jawa Barat, rupanya jadi nilai plus baginya. Alhasil, karier Kiswodarmawan makin moncer di perusahaan konstruksi ini.
Selepas memimpin Jawa Barat, ia naik pangkat dan menjabat Kepala Divisi Konstruksi I & Kepala Bagian Sumberdaya Manusia (SDM) Divisi Konstruksi Adhi Karya. Jabatan ini dia lakoni hingga sekitar tahun 2006.
Menduduki jabatan yang berurusan dengan dunia SDM selama lima tahun, memberinya pelajaran berharga. "Saya belajar mengorganisasi human resources, membangun komunikasi antar-pegawai dan merekrut pegawai. Ini ilmu tambahan yang berharga," tandasnya.
Pengalamannya pun makin komplet. Mulai dari urusan proyek, teknik konstruksi hingga mengurusi sumber daya manusia.
Boleh jadi, itu pula pertimbangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Adhi Karya mengangkat Kiswodarmawan untuk menjabat sebagai Direktur Operasional Adhi Karya, mulai tahun 2006. Jabatan tersebut dia pegang selama dua tahun.
Tahun 2008, Kiswodarmawan sempat "putus hubungan" dengan Adhi Karya. Ia hijrah ke perusahaan lain dan menjabat sebagai Direktur PT Pembangunan Perumahan. Tiga tahun Kiswodarmawan menjabat direktur di perusahaan yang sama-sama bergerak di bidang konstruksi dan sama-sama berstatus sebagai perusahaan plat merah itu. "Dipindah seperti itu wajar. Manajemen ingin melihat kinerja seorang pemimpin," ungkapnya.
Ibarat kata pepatah, setinggi-tingginya bangau terbang, akhirnya ke pelimbahan juga. Begitu pula perjalanan karier yang dilakoni Kiswodarmawan.
Tahun 2011, ia kembali ke Adhi Karya. Tapi, ia kembali dengan status baru, yakni sebagai orang nomor satu di perusahaan yang telah membesarkan kariernya.
Melebarkan bisnis
Menurutnya, untuk menggenjot pertumbuhan bisnis BUMN sebesar Adhi Karya tak bisa hanya mengandalkan satu lini usaha. Dia menilai, untuk mengembangkan BUMN ini, perlu lini bisnis lain di luar sektor jasa konstruksi.
Itu sebabnya, ia menancapkan sejumlah tonggak baru. Adhi Karya ditarik masuk ke sektor bisnis lain, yakni ke properti, perhotelan, serta bisnis infrastruktur transportasi.
Di bisnis properti, sebagai contoh, Adhi Karya sedang merampungkan pembangunan hotel Adhi Grandika. Perusahaan itu juga berencana membangun hotel di Semarang, Surabaya, dan kota besar lain. Di bisnis infrastruktur transportasi, kini Adhi Karya tengah menggarap proyek kereta ringan atau light rapid transit (LRT).
Menurut Kiswodarmawan, keputusan melebarkan sayap bisnis Adhi Karya bukannya tanpa dasar. Ia melihat ada sejumlah aset Adhi Karya yang bisa dikembangkan dan dioptimalkan sebagai sumber pemasukan baru.
Apalagi, kata dia, sejumlah proyek yang digarap ADHI, memiliki dampak positif terhadap masyarakat Indonesia. Misalnya, proyek pembangunan LRT di Jakarta. Dengan sarana transportasi ini, selain memudahkan moda angkutan penumpang, juga membantu pemerintah dalam mengurai kemacetan lalu lintas Jakarta. Lagi pula, "Tarif LRT juga relatif terjangkau oleh masyarakat," katanya.
Dari sisi idealisme, Kiswodarmawan berambisi pengembangan Adhi Karya ini akan berkontribusi besar terhadap negara. Paling tidak, dengan kemajuan sektor konstruksi, masyarakat menjadi melek terhadap sebuah kemajuan pembangunan yang digarap negara.
Yang sudah pasti di depan mata, Kiswodarmawan bertanggungjawab menjaga pertumbuhan bisnis perusahaan yang dia pimpin. Dengan begitu, BUMN ini bisa meraih untung dan mampu memberikan dividen ke kantong negara.
Kiswodarmawan sudah menyadari akan tanggung jawab tersebut. Itu pula yang menjadi pertimbangannya untuk terus mencari strategi agar bisnis Adhi Karya bisa mencapai hasil yang optimal.
Salah satu strategi yang dia jalankan adalah menggenjot produktivitas sumber daya manusia. Upaya itu diwujudkan dengan mendirikan Unit Learning Centre Adhi Karya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tahun 2011. Di tempat inilah, pegawai Adhi Karya digodok dan dibekali dengan berbagai macam pengetahuan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News