Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin membuka acara konferensi Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 yang akan digelar 31 Oktober - 1 November 2019. Dalam kesempatan tersebut, Ma'ruf Amin menyoroti sejumlah hal dalam pengelolaan industri kelapa sawit tanah air.
Poin pertama yang disoroti Ma'ruf ialah pengembangan kelapa sawit yang mesti lebih memfokuskan upaya peningkatan produktivitas lahan dan daya saing. Dalam hal ini, Ma'ruf meminta supaya stakeholders terkait, khususnya Kementerian Pertanian untuk bisa segera merealisasikan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang pendanaannya telah didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ma'ruf menekankan, target PSR yang telah dicanangkan untuk tahun 2019 ini bisa terealisasi. "Target yang telah dicanangkan sebesar 185.000 hektare tahun ini harus bisa direalisasikan. Saya minta berbagai hal yang masih menghambat, misalnya masalah administrasi, harus diselesaikan," katanya dalam pembukaan IPOC 2019 yang digelar di Nusa Dua, Bali, Kamis (31/10).
Kedua, Ma'ruf mengajak stakeholder kelapa sawit untuk bisa menangkal kampanye negatif tentang kelapa sawit Indonesia. Menurut Ma'ruf, upaya yang perlu dilakukan ialah dengan merealisasikan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Ma'ruf berharap, ISPO ini bisa menunjukkan keseriusan stakeholders industri sawit terhadap pengelolaan yang terstandard dan berkelanjutan.
Baca Juga: Sejumlah pelaku usaha perkebunan menaruh harapan pada mentan yang baru
Melalui ISPO, Ma'ruf juga berharap data mengenai perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit bisa terverifikasi. Ia menyambut baik upaya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) yang menargetkan seluruh anggotanya bisa merampungkan sertifikasi ISPO pada akhir 2020 mendatang.
"Melalui sertifikasi ISPO diharapkan mengurangi kesan negatif tentang kelapa sawit Indonesia. Di sini lah pentingnya tabayun (konfirmasi) melalui data dan fakta," ungkapnya.
Ketiga, Ma'ruf berharap investasi dan pengembangan industri sawit di sektor hilir bisa terus bergulir. Menurutnya, hilirisasi bisa memberikan solusi alternatif untuk memperkuat pasar domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor.
Ma'ruf menilai, peluang pengembangan industri hilir berbahan baku sawit masih sangat terbuka. "Seperti industri biofuel, industri makanan, hilirisasi adalah jawaban saat produksi kela sawit melimpah," ujarnya.
Keempat, Ma'ruf juga menjamin komitmen pemerintah untuk meningkatkan penggunaan biodiesel dalam negeri. Ma'ruf menerangkan bahwa Kebijakan mandatori biodiesel 20% (B20)tahun 2019 ini telah menyerap lebih dari 4 juta ton minyak sawit, dan diperkirakan akan terserap hingga 6,4 juta ton hingga akhir tahun ini.
Selain itu, mandatori B30 akan mulai diimplementasikan pada awal Januari 2020, dan akan menyerap tambahan konsumsi minyak sawit sekitar 3 juta ton sepanjang tahun 2020.
Lebih lanjut, terkait dengan pemanfaatan sawit sebagai sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Ma'ruf menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mengembangkan kebijakan green fuel dengan mengkonversi sawit langsung menjadi green gasoline, green diesel, serta green avtur.
"Dengan kebijakan tersebut penggunaan minyak sawit dalam negeri meningkat dan memperkuat pasar domestik. Sekaligus mengurangi impor gas bumi," terangnya.
Terakhir, Ma'ruf meminta agar pemerintah daerah bisa mendorong agar para petani swadaya bisa bermitra dengan perusahaan. "Itu perlu agar dapat meningkatkan produktivitas," imbuh Ma'ruf.
Ketua Gapki Joko Supriyoko juga mengamini pentingnya kemitraan dan peningkatan produktivitas melalui peremajaan kebun rakyat. Apalagi, setelah terbatasnya ekspansi lahan sawit lantaran adanya moratorium izin baru untuk perkebunan kelapa sawit.
"Moratorium sudah dari tahun 2011. Sementara peningkatan produktivitas itu penting. Jadi harus intensifikasi, peremajaan. Prioritas yang kami dorong peningkatan produktivitas kebun rakyat, seperti dengan kemitraan perusahaan dan petani," tandas Joko.
Sebagai informasi, berdasarkan data Gapki, produksi minyak sawit Indonesia sampai dengan Agustus 2019 mencapai 34,7 juta ton atau sekitar 14% lebih tinggi dari produksi periode yang sama tahun 2018.
Sampai dengan Agustus 2019, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 22,7 juta ton atau sekitar 3,8% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Adapun, konsumsi domestik minyak sawit sampai dengan bulan Agustus mencapai 11,7 juta ton atau sekitar 44% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan terbesar terjadi di konsumsi domestik adalah untuk biodiesel meningkat dengan 122%.
Baca Juga: Penyelesaian sengketa di lahan perkebunan sawit harus menjadi prioritas pemerintah
Terkait dengan B20, menurut data dari Kementerian ESDM, hingga September 2019, serapan biodiesel dalam program mandatori B20 sudah mencapai 4,49 juta KL atau sekitar 68% dari alokasi pada tahun ini yang sebesar 6,6 juta KL.
Kementerian ESDM pun telah menetapkan alokasi biodiesel untuk tahun depan sebesar 9,59 juta KL. Alokasi tersebut juga untuk menopang program mandatori biodiesel 30% (B30) yang dimulai pada 1 Januari 2020.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 199 K/20/MEM/2019 tentang penetapan badan usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN), alokasi besaran volume untuk pencampuran solar periode Januari-Desember 2020 sebesar 9.590.131 KL.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News