Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengincar pasar ekspor baru. Saat ini, China masih menjadi negara tujuan ekspor utama dengan realisasi penjualan sebesar 18,3% dari total penjualan batubara PTBA selama Semester I-2018.
Sekretaris perusahaan PTBA Suherman menuturkan, perusahaan akan meningkatkan porsi penjualan ke negara-negara ASEAN. Alasannya, kebutuhan batubara untuk kawasan ini diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.
“China masih menjadi target market utama bagi PTBA. Ke depan, porsi penjualan ke kawasan ASEAN akan terus meningkat,” katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (4/10).
Selain untuk memperluas pasar, PTBA pun berkepentingan untuk mengurangi ketergantungan terhadap permintaan dari China. Pasalnya, secara umum, turunnya permintaan dari China berpengaruh signifikan dalam menekan harga batubara untuk pasar Indonesia.
Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Oktober menagalami penurunan sebesar 3,74% dibanding bulan sebelumnya menjadi US$ 100,89 per ton. Pada bulan September HBA dipatok US$ 104,81 per ton, yang juga mengalami penurunan dibandikan HBA HBA Agustus 2018 yang berada di angka US$ 107,83 per ton.
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, faktor penurunan permintaan dari China karena faktor cuaca dan adanya kebijakan proteksi impor oleh pemerintah China. Akibatnya harga melandai.
Kondisi ini diamini oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). “Memang tidak dipungkiri, permintaan batubara dari China mengalami penurunan. Untuk itu, PTBA akan mengalihkan sebagian volume penjualan ke market baru” ujarnya.
Selain ASEAN, PTBA pun mengincar peningkatan penjualan ke Jepang dan Taiwan seiring dengan rencana PTBA untuk mendongkrak penjualan batubara berkalori tinggi. “Seiring juga rencana PTBA untuk menjual batubara kalori tinggi, market barunya ini antara lain Jepang dan Taiwan,” imbuh Suherman.
Produksi batubara kalori tinggi PTBA utamanya berasal dari lokasi tambang di bekas perumahan karyawan termasuk di dalam tambang Air Laya. Ditargetkan, tahun ini porsi produksi batubara kalori tinggi bisa mencapaisekiatr 900.000 ton atau 3%-4% dari total produksi batubara PTBA.
“Lokasi tambang di ex perumahan karyawan merupakan bagian dari IUP eksisting PTBA yangcadangan batubara-nya merupakan high calorie. Secara total cadangan batubara kalori tinggi mencapai 3% dari total cadangan batubara PTBA” jelas Suherman.
Adapun, saat ini mayoritas produksi batubara PTBA berasal dari tambang Air Laya, Muara Tiga Besar dan Banko Barat yang semuanya berlokasi di Tanjung Enim. Untuk cadangan tertambang batubara, Suherman bilang, PTBA masih memiliki cadangan yang besar, yakni mencapai 3,3 miliar ton.
Menurut Suherman, pihaknya masih belum berencana menambah lokasi penambangan. “Belum ada rencana untuk membuka atau akuisisi tambang baru dalam waktu dekat ini” ujarnya.
Mengenai angka produksi dan penjualan sampai bulan September 2018, Suherman masih belum bisa membukanya. Yang jelas, kata dia, PTBA masih mempertahankan target produksi tahun ini sebesar 25,5 juta ton dan akan menggenjot produksi di penghujung tahun ini , dengan dukungan cuaca panas.
Adapun, produksi batubara PTBA pada periode Januari hingga Agustus 2018 sebesar 13,82 juta ton. Sedangkan untuk penjualan, Suherman menyebutkan, pasar domestik masih dominan, yaitu sebesar 51% dari total penjualan, sementara porsi ekspor sebesar 49%.
Rinciannya, penjualan domestik pada periode Januari hingga Agustus 2018 sebesar 7,48 juta ton. Sedangkan penjualan ekspor Januari-Agustus ada dikisaran 7 juta ton. Sementara khusus untuk jenis batubara berkalori tinggi, hingga bulan Agustus, penjualannya ada dikisaran 100.000 ton.
Dengan harga jual yang premium, lanjut Suherman, batubara kalori tinggi ini juga diperuntukkan untuk pasar yang premium, antara lain Jepang dan Taiwan. “Skema harganya mengacu pada floating price dengan acuan indeks Newcastle,” katanya.
Terkait soal harga, Suherman mengungkapkan bahwa melemahnya kurs Rupiah memberikan dampak positif bagi PTBA. Hal ini karena harga jual batubara baik domestik maupun ekspor menggunakan indeks harga batubara yang berbasis dollar Amerika Serikat (US$). “Melemahnya rupiah memberikan dampak positif, sementara porsi cost dalam USD cukup rendah, yaitu di bawah 10%,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News