Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
“Lokasi tambang di ex perumahan karyawan merupakan bagian dari IUP eksisting PTBA yangcadangan batubara-nya merupakan high calorie. Secara total cadangan batubara kalori tinggi mencapai 3% dari total cadangan batubara PTBA” jelas Suherman.
Adapun, saat ini mayoritas produksi batubara PTBA berasal dari tambang Air Laya, Muara Tiga Besar dan Banko Barat yang semuanya berlokasi di Tanjung Enim. Untuk cadangan tertambang batubara, Suherman bilang, PTBA masih memiliki cadangan yang besar, yakni mencapai 3,3 miliar ton.
Menurut Suherman, pihaknya masih belum berencana menambah lokasi penambangan. “Belum ada rencana untuk membuka atau akuisisi tambang baru dalam waktu dekat ini” ujarnya.
Mengenai angka produksi dan penjualan sampai bulan September 2018, Suherman masih belum bisa membukanya. Yang jelas, kata dia, PTBA masih mempertahankan target produksi tahun ini sebesar 25,5 juta ton dan akan menggenjot produksi di penghujung tahun ini , dengan dukungan cuaca panas.
Adapun, produksi batubara PTBA pada periode Januari hingga Agustus 2018 sebesar 13,82 juta ton. Sedangkan untuk penjualan, Suherman menyebutkan, pasar domestik masih dominan, yaitu sebesar 51% dari total penjualan, sementara porsi ekspor sebesar 49%.
Rinciannya, penjualan domestik pada periode Januari hingga Agustus 2018 sebesar 7,48 juta ton. Sedangkan penjualan ekspor Januari-Agustus ada dikisaran 7 juta ton. Sementara khusus untuk jenis batubara berkalori tinggi, hingga bulan Agustus, penjualannya ada dikisaran 100.000 ton.
Dengan harga jual yang premium, lanjut Suherman, batubara kalori tinggi ini juga diperuntukkan untuk pasar yang premium, antara lain Jepang dan Taiwan. “Skema harganya mengacu pada floating price dengan acuan indeks Newcastle,” katanya.
Terkait soal harga, Suherman mengungkapkan bahwa melemahnya kurs Rupiah memberikan dampak positif bagi PTBA. Hal ini karena harga jual batubara baik domestik maupun ekspor menggunakan indeks harga batubara yang berbasis dollar Amerika Serikat (US$). “Melemahnya rupiah memberikan dampak positif, sementara porsi cost dalam USD cukup rendah, yaitu di bawah 10%,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News