Reporter: Handoyo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Peran Bulog akan semakin besar. Selain ditunjuk menjadi stabilisator harga beras dan kedelai dalam negeri, Bulog juga ditunjuk pemerintah menjadi stabilisator harga daging sapi. Bulog dalam waktu dekat akan mengimpor daging sapi beku.
Tingginya harga daging sapi menjadi alasan Bulog mendapat wewenang khusus sebagai bandar daging sapi tersebut. "Daging sapi harganya masih cukup tinggi, perlu distabilkan harga," ungkap Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian, Senin (13/5).
Ramadan yang makin dekat juga mendasari keputusan penunjukan Bulog. Sayangnya Hatta belum memberi tahu berapa banyak kuota impor daging sapi beku yang diberikan ke Bulog.
Hatta menyatakan, Bulog ditugaskan untuk melakukan operasi pasar agar harga daging sapi di dalam negeri ada dalam kisaran harga Rp 70.000 per kilogram (kg). Harga itu lebih rendah daripada harga daging sapi saat ini.
Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) mencatat, rata-rata harga daging sapi di Jakarta saat ini di kisaran Rp 90.000-Rp 95.000 per kg.
Impor pada Juni 2013
Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Perum Bulog, mengatakan, kuota impor daging beku Bulog ada di luar alokasi kuota impor tahun ini yang sudah ditetapkan pemerintah sebanyak 80.000 ton. "Bulog impor langsung, kalau mengambil dari feedloter, sama saja tidak menambah pasokan," katanya. Bulog berniat mengimpor daging sapi dari beberapa negara produsen, seperti Australia dan Selandia Baru.
Agar bisa efektif menurunkan harga, Sutarto menyatakan, idealnya impor dilakukan pada Juni 2013. Selain menyasar segmen hotel, restoran dan katering (horeka), daging sapi Bulog juga untuk menyuplai pasar tradisional.
Harga pasaran daging sapi di kisaran Rp 70.000-Rp 80.000 per kg masih wajar. Agar tidak mengganggu peternak lokal, harga sapi bakalan hidup di tingkat peternak juga harus dipatok tak boleh di bawah Rp 30.000 per kg berat hidup.
Nah, Sutarto menyatakan, kecukupan stok menjadi kunci stabilitas harga. Berkaca dari pengalaman menjaga harga beras, menurut Sutarto, idealnya Bulog memiliki stok 7%-10% total kebutuhan nasional. Rasio ideal stok ini juga bisa diterapkan untuk menjaga harga daging sapi.
Asnawi, Ketua APDI berharap, Bulog jeli melihat karakteristik konsumen daging sapi. Selama ini permintaan daging dalam negeri terbagi dua, daging beku atau frozen meat untuk horeka dan daging sapi segar untuk konsumen pasar tradisional.
Jika Bulog hanya mengimpor dan memasarkan daging beku, stabilitas harga di pasar tradisional belum terjamin. "Masyarakat menganggap daging segar adalah yang baru dipotong," kata Asnawi.
Oleh karena itu APDI mengusulkan kerjasama Bulog dengan pedagang daging sapi untuk pasar tradisional. "Harga jual daging sapi beku juga harus lebih rendah dibanding daging sapi segar," katanya.
Dia mencontohkan, jika daging sapi segar dijual dengan harga Rp 100.000 per kg, Bulog harus menjual daging beku impor seharga Rp 85.000 per kg. Khusus menghindari lonjakan harga menjelang Ramadan, APDI berharap Bulog menggelar operasi pasar pada H-2-H-1 menjelang puasa.
Asnawi mengapresiasi penunjukkan Bulog sebagai stabilisator harga daging sapi. Masuknya Bulog membuat daya tawar pemerintah naik. Sebab saat ini impor daging sapi hanya dilakukan swasta.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana berharap volume impor Bulog tak mengganggu cetak biru program swasembada daging sapi. "Harus mempertimbangkan kepentingan peternak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News