Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor gula meminta keleluasaan impor gula mentah atau raw sugar untuk kebutuhan industri makanan dan minuman di luar musim giling tebu. Keleluasaan itu akan menjadi insentif padi BUMN gula sehingga bisa membiayai operasional usaha tanpa mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Permintaan itu disampaikan sejumlah BUMN gula dalam rapat dengar pendapatan (RDP) dengan komisi IV DPR, Senin (8/10). "Pengolahan raw sugar menjadi insentif peningkatan produktivitas pabrik gula BUMN," kata Ismed Hasan Putro, Direktur Utama (Dirut) PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Menurutnya, tanpa adanya keleluasaan maka produksi gula berbasis tebu rakyat yang dilakukan PTPN dan RNI hanya efektif selama enam bulan. Izin impor dan pengolahan gula mentah akan mengisi kekosongan produksi enam bulan yang lain.
Ismed menghitung, tambahan alokasi impor dan pemrosesan raw sugar akan meningkatkan efisiensi perusahaan sehingga akan meningkatkan laba perusahaan yang signifikan. Keuntungan itu akan membuat BUMN gula lebih mandiri dan bisa melakukan revitalisasi.
RNI sendiri berharap tahun depan bisa mendapatkan izin impor gula mentah sebanyak 350.000 ton. Bila permintaan itu dipenuhi, Ismed berjanji akan meningkatkan investasi pabrik gula (PG) baru di luar Jawa. Ismed menghitung, keuntungan dari pengolahan raw sugar cukup menjanjikan sebesar Rp 350 per kg.
Bhatara Moeda, Dirut PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II mengatakan, pemberian izin impor raw sugar akan dapat mengantisipasi kekurangan bahan baku PG yang dimiliki BUMN gula karena terbatasnya lahan. "Kita mengharap PTPN II diberi keleluasaan memenuhi idle capacity dengan mengolah raw sugar," katanya.
Dengan izin impor dan pengolahan, PTPN II berharap dapat menutup kerugian yang selama ini dirasakan perusahaan. Selama ini PTPN II memang terus merugi dengan hutang yang masih mencapai Rp 2 triliun. Menurut Bhatara, jika perusahaannya terus merugi, maka PTPN II pesimis dapat mempertahankan dua PG yang dimilikinya.
Adi Prasongko, Dirut PTPN IX mengatakan, alokasi impor raw sugar di luar musim giling akan mengoptimalkan PG yang ada. Bahkan PTPN IX akan mencoba mengubah PG yang dimiliki menjadi PG rafinasi. "Kalau swasta bisa, kenapa BUMN tidak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News