Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mendorong pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) alias electric vehicle (EV). Salah satunya dengan membentuk konsorsium BUMN Indonesia Battery Holding (IBH).
Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah membeberkan bahwa nilai investasi untuk mengembangkan industri baterai EV dari hulu sampai hilir dengan kapasitas cell hingga 140 Gigawatt hour (GWh), membutuhkan dana sekitar US$ 13,4 miliar hingga US$ 17,4 miliar.
"Rencana keseluruhan investasi rantai pasok ekosistem industri baterai EV tersebut akan dilaksanakan oleh masing-masing BUMN atau melalui joint venture (JV) company dengan mitra internasional," terang Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI yang digelar Senin (1/2).
Baca Juga: PTPN III holding akan fokus pada empat komoditas di tahun ini
Adapun, pengembangan industri baterai EV tersebut akan dikelola secara terintegrasi dari hulu hingga hilir oleh IBH. Agus mengungkapkan bahwa IBH akan dibentuk melalui konsorsium yang beranggotakan empat BUMN, yakni Mining Industry Indonesia (MIND ID), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).
Sebagai holding industri pertambangan, MIND ID dengan anak usahanya, yakni Antam akan memasok bijih nikel sebagai bahan baku hulu sampai dengan bahan antara baterai EV mulai dari pengolahan bijih nikel sulfat yang diolah menjadi precursor dan katoda baterai.
"Indonesia memiliki material bahan baku penting pembuatan EV, seperti nikel, aluminium, mangan, dan cobalt. Bahkan nikel Indonesia memiliki 30% cadangan nikel dunia. PT Antam memiliki cadangan nikel nomor 2 di Indonesia. Nilai yang cukup besar untuk dapat memasok produksi baterai," terang Agus.
Selanjutnya, Pertamina yang memiliki lebih dari 7.000 SPBU akan berperan untuk manufaktur produk hilir, yang meliputi pembuatan battery cell hingga battery pack. Lalu, PLN akan berperan dalam pembuatan battery cell, penyediaan infrastruktur pengisian EV seperti SPKLU dan SPBKLU serta Energy Management System (EMS).
Baca Juga: Chevron dan ExxonMobil dikabarkan jajaki merger
Tak hanya dari sisi penambangan hingga produksi, holding ini juga akan mengelola daur ulang baterai. Agus mengungkapkan, proses daur ulang rencananya akan dilakukan oleh PT Nasional Hijau Lestari. Kata dia, penjajakan akan segera dimulai, namun untuk masuk ke rantai bisnis diperkirakan sekitar 4 tahun - 5 tahun mendatang.
"Akan mulai masuk bisnis sekitar 4-5 tahun yang akan datang, setelah dirasakan sudah cukup populasi kendaraan sehingga memerlukan adanya daur ulang baterai," ujar Agus.
Jika industri baterai ini terbangun ditambah dengan pasar otomotif domestik yang terbesar di kawasan ASEAN, Agus menyatakan bahwa Indonesia berpotensi memegang ekosistem industri EV terbesar. Meliputi industri baterai dari hulu sampai hilir, infrastruktur pengisian (charging), sampai dengan daur ulang.
Agus melanjutkan, BUMN pun memiliki tiga ambisi dalam ekosistem industri baterai pada tahun 2025. Pertama, menjadi pemain global material hulu baterai, yakni menjadi produsen nikel sulfat global dengan produksi tahunan sekitar 50.000 - 100.000 ton, untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan ekspor.
Kedua, menjadi pemain global dalam material antara atau katoda baterai. Yaitu dengan menjadi produsen prekursor dan katoda dengan output target produksi tahunan mencapai 120.000-240.000 ton. Ketiga, menjadi pemain hilir regional untuk sel baterai dan pusat manufaktur kendaraan listrik di Asia Tenggara.
Baca Juga: API menilai holding BUMN panas bumi bukan mustahil bakal terwujud
Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Agus mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penjajakan dengan calon mitra selaku investor. Dalam menjaring calon mitra, ada sejumlah kriteria yang dipertimbangkan BUMN.
Pertama, memiliki jejak global di dalam industri baterai EV dan memiliki rencana untuk melakukan ekspansi bisnis. Kedua, memiliki kekuatan finansial dan investasi di bidang baterai. Ketiga, memiliki reputasi merk yang baik dan memiliki hubungan dengan perusahaan Original Equipment Manufacturer (OEM).
Dari proses penjajakan calon mitra untuk gelombang satu, terdapat 7 grup perusahaan yang telah memenuhi kriteria. Antara lain CATL, LG Chem, Tesla, Samsung, dan Panasonic.
Terkait dengan roadmap pengembangan EV, Agus menjelaskan bahwa pada tahun 2021 direncanakan sudah mulai pembangunan charging station atau SPKLU dan SPBKLU. Saat ini PLN sudah memiliki 32 titik SPKLU yang tersebar di 22 lokasi, serta pilot project 33 SPBKLU.
Pada tahun 2022, OEM ditargetkan sudah mulai memproduksi EV di Indonesia. Lalu pada tahun 2024 direncanakan pabrik refining HPAL mulai beroperasi bersama dengan pabrik precursor dan katoda. Kemudian pada tahun 2025 pabrik cell to pack battery ditargetkan mulai beroperasi.
Baca Juga: SKK Migas berupaya menahan laju penurunan produksi tahun ini
Agus mengatakan, pengembangan industri baterai EV memang masih menantang. Sebab, teknologi baterai yang dipakai masih tergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai offtaker. "Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik," ungkap Agus.
Dia melanjutkan, saat ini Kementerian BUMN bersama Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) sedang berkomunikasi dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan untuk bisa mendorong iklim investasi yang menarik.
"Agar pemain-pemain dunia di sektor EV dan baterai EV mau datang dan nyaman berinvestasi di Indonesia," pungkas Agus.
Selanjutnya: Arifin Tasrif rombak susunan direktur di Kementerian ESDM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News