kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.403.000   -6.000   -0,25%
  • USD/IDR 16.718   7,00   0,04%
  • IDX 8.657   -53,52   -0,61%
  • KOMPAS100 1.182   -11,11   -0,93%
  • LQ45 848   -7,02   -0,82%
  • ISSI 309   -1,55   -0,50%
  • IDX30 438   -4,20   -0,95%
  • IDXHIDIV20 507   -6,34   -1,24%
  • IDX80 132   -1,12   -0,84%
  • IDXV30 139   -1,90   -1,35%
  • IDXQ30 139   -1,98   -1,40%

Catatan Pebisnis Batubara Soal Rencana Bea Keluar Batubara 1% - 5% pada 2026


Rabu, 10 Desember 2025 / 03:15 WIB
Catatan Pebisnis Batubara Soal Rencana Bea Keluar Batubara 1% - 5% pada 2026
ILUSTRASI. Pelaku usaha yang bergerak di industri pertambangan batubara menyoroti rencana pemerintah yang akan menerapkan bea keluar untuk ekspor batubara pada tahun 2026.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha yang bergerak di industri pertambangan batubara menyoroti rencana pemerintah yang akan menerapkan bea keluar untuk ekspor batubara pada tahun 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, pemerintah akan mematok tarif bea keluar pada kisaran 1% hingga 5%.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani mengungkapkan pelaku industri mencermati rencana penerapan bea keluar ekspor batubara di tengah kondisi pasar global yang fluktuatif. Gita memberikan catatan, tambahan pungutan berpotensi menekan margin dan daya saing, khususnya bagi perusahaan dengan struktur biaya tinggi di tengah tantangan saat ini.

"Meski demikian, besaran dampak tentu bergantung pada formula dan mekanisme yang akan ditetapkan Pemerintah," kata Gita saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/12/2025).

Baca Juga: Realisasi DMO Batu Bara Oktober 2025 Capai 180,98 Juta Ton

Pelaku industri pun masih menanti pembahasan yang lebih detail terkait dengan pelaksanaan bea keluar tersebut. Gita bilang, sejauh ini belum ada pembahasan teknis maupun sosialisasi resmi dari pemerintah kepada pelaku industri batubara.

"Pada prinsipnya kami akan mengikuti kebijakan yang akan diatur pemerintah. Hingga saat ini pemerintah belum melakukan sosialisasi secara langsung terkait rencana aturan tersebut," imbuh Gita.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia juga mengatakan sampai saat ini asosiasi dan pelaku usaha belum diundang oleh pemerintah dalam membahas rencana bea keluar. Hendra bahkan menilai, bea keluar untuk ekspor komoditas batubara tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2008 tentang Bea Keluar.

Menurut Hendra, instrumen bea keluar antara lain bertujuan untuk menjamin terpenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara untuk komoditas batubara, konsumsi domestik masih rendah pada kisaran 25%-30%, yang mana ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) sudah mewajibkan perusahaan batubara menyisihkan 25% untuk keperluan pasar domestik.

"Dengan demikian, maka seharusnya bea keluar tidak diterapkan ke komoditas batubara. Dampaknya tentu akan berpengaruh terhadap daya siang produk batubara kita di pasar internasional yang kompetisinya juga relatif ketat," kata Hendra.

Hendra turut menyoroti bahwa pengenaan bea keluar akan berpengaruh terhadap profitabilitas eksportir. Apalagi di tengah tren harga batubara yang turun, sedangkan biaya operasi semakin meningkat.

Catatan dan Usulan Pelaku Usaha

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo memberikan catatan jika pemerintah akan menerapkan kebijakan bea keluar, maka mesti dipahami terlebih dulu bagaimana proyeksi harga batubara ke depan. Saat ini, harga batubara global  relatif rendah, sementara Harga Batubara Acuan (HBA) Desember melandai ke US$ 98,26 per ton.

Singgih memproyeksikan tren harga batubara pada tahun 2026 akan bergerak datar atau relatif stagnan dengan tahun ini. Singgih belum melihat ada alasan fundamental yang dapat mendongkrak harga batubara pada tahun depan.

Baca Juga: Harga DMO Batubara Masih Sulit Naik, Ini Penyebabnya

Apalagi, China dan India sebagai importir terbesar batubara dari Indonesia justru menaikkan produksi batubara nasionalnya. Di tengah outlook tersebut, Singgih menilai, pemerintah perlu mempertimbangkan terlebih dulu kondisi hulu, termasuk kondisi kenaikan biaya penambangan per ton, biaya tenaga kerja, serta kondisi oversupply batubara di pasar global.

Jika pemerintah tetap menerapkan bea keluar pada tahun 2026, Singgih menyarankan agar kebijakan ini diterapkan setelah HBA mencapai level harga tertentu. "Menurut saya jika tetap dikeluarkan semestinya setelah HBA berada di atas US$ 160 per ton. Juga sebaiknya dengan tiered basis seperti royalti, sehingga bea keluar berbeda atas harga yang berbeda," terang Singgih.

Gita menilai, skema tiering dapat menjadi opsi. Hal ini selaras dengan tiering HBA yang berlaku, sehingga mekanismenya lebih proporsional dan mencerminkan kondisi pasar secara lebih adil. APBI juga berharap penetapan price threshold disesuaikan pada periode ketika industri menikmati windfall profit, sehingga kebijakan dapat diterapkan secara tepat sasaran.

"Dengan pendekatan tersebut, kami meyakini tujuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dapat tercapai, sekaligus memastikan agar industri tidak menghadapi beban yang berlebihan sehingga keberlanjutan operasional tetap terjaga," tandas Gita.

Baca Juga: Harga DMO Batubara Tak Naik Sejak 2018, Kementerian Keuangan Ungkap Penyebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×