Reporter: Gentur Putro Jati, Fitri Nur Arifenie |
JAKARTA. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati A semakin tidak jelas. Usai ditinggal dua anggota konsorsiumnya yaitu Tomen Power Corporation dan International Power (IP), kini giliran PT PLN (Persero) selaku konsumen yang setengah hati memberi persetujuan harga jual beli listriknya.
Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengaku mengetahui mundurnya IP dan Tomen dari Presiden Direktur IP yang menyambanginya langsung lima bulan lalu.
"Orang Inggris itu datang ke saya, menyatakan bahwa mereka mengambil sikap untuk mengundurkan diri dari Tanjung Jati A. Lalu kelanjutan dari pembangkit itu sendiri apakah akan diteruskan atau dibatalkan diserahkan kepada PLN," kata Dahlan, Kamis (16/9).
Bos besar Jawa Pos Grup itu kemudian menjelaskan, PLN belum dalam posisi memberikan persetujuan atas power purchase agreement (PPA) seperti yang diklaim ditunggu oleh PT Bakrie Power dan mitranya untuk proyek tersebut.
Urusan harga masih jauh, sampai sekarang lokasi pastinya saja kami belum tahu dimana. Tanjung Jati A terserah mereka lah, kalau mau serius silahkan dijalankan. Tapi kalau tidak serius ya jangan sampai mengganggu perencanaan penyediaan tenaga listrik PLN lah," ujarnya.
Dahlan menegaskan, pihaknya akan sangat berhati-hati dalam memberikan persetujuan harga atas proyek independent power producer (IPP) itu. Pasalnya, konsorsium berencana membangun pembangkit dengan kapasitas super yaitu 2x600 MW.
"Jangan sampai sudah dimasukkan dalam buku rencana penyediaan tenaga listrik, tetapi yang mengerjakan saja maju mundur. Bisa terjadi defisit akhirnya di daerah tersebut," kata Dahlan.
Sebelumnya, Presiden Direktur Bakrie Power Ali Herman Ibrahim mengaku perusahaannya dan satu anggota konsorsium tersisa PT Maharani Paramitra akan meneruskan PLTU Tanjung Jati A. Meskipun ditinggalkan Tomen dan IP.
"Sampai saat ini kami masih menunggu konfirmasi dari PT PLN (Persero) atas power purchase agreement (PPA) listrik produksi pembangkit itu nantinya," imbuhnya.
Menurut Ali, sebelumnya memang ada keputusan bahwa harga jual listrik (PPA) PLTU Tanjung Jati akan diamandemen. Karena kesepakatan harga sesuai PPA yang lama dinilai terlalu tinggi yaitu US$ 5,8 sen per kWh.
"Kami sudah mengajukan usulan harga, karena harga US$ 5,8 sen per kWh itu dengan asumsi harga batubara US$ 30 per metrik ton. Tapi belum ada jawaban dari PLN atas proposal itu," keluhnya.
Meskipun kelanjutan proyeknya terombang-ambing dan terancam ditinggal dua mitra nya, namun Ali masih optimis bahwa PLTU Tanjung Jati bisa mulai beroperasi pada 2015 atau 2016.
"Ada bank dari Korea yang berminat. Letter of Intent (LOI) tinggal dibuat jika PPA nya sudah selesai. Kami membutuhkan dana US$ 1,8 miliar untuk proyek tersebut," pungkasnya.
Semula, Tanjung Jati A akan dibangun di Jepara, Jawa Tengah. Namun belakangan lokasinya dipindah ke Cirebon, Jawa Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News