Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) sambut baik kebijakan pemerintah turunkan tarif bea keluar cangkang kernel sawit dalam bentuk serpih dan bubuk dengan ukuran partikel di atas 50 mesh menjadi ke kisaran US$ 3 sampai US$ 13 per metrik ton.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 1/PMK.010/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Berdasarkan data Kemendag, produksi cangkang sawit dunia sebagian besar berada di Indonesia. Ekspor produk cangkang sawit Indonesia pada Januari hingga September 2021 telah mencapai US$ 286 juta, atau meningkat 27,01 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.
Negara tujuan ekspor utama produk cangkang sawit Indonesia adalah Jepang dengan pangsa sebesar 84,5 persen dari total ekspor cangkang sawit Indonesia, diikuti Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan India. Pasokan cangkang sawit di Indonesia berasal dari Jambi, Riau, Sumatra Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Utara.
Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) Lakukan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pabrik Anyar
Corporate Secretary CSRA Iqbal Prastowo mengatakan bahwa turunnya tarif bea keluar untuk cangkang sawit sejatinya belum memberikan dampak signifikan bagi CSRA, karena saat ini limbah cangkang sawit cukup digunakan untuk kebutuhan pribadi perusahaan dan sisanya dijual ke pasar domestik.
Iqbal menambahkan bahwa CSRA memanfaatkan limbah cangkang sawit sebagai alternatif bahan bakar proses perebusan tandan buah segar (TBS) untuk selanjutnya diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO).
Kendati demikian, Iqbal menilai turunnya tarif bea keluar cangkang sawit dapat menjadi potensi bisnis di masa mendatang. “Meski saat ini belum lakukan ekspor, tapi ke depannya hal ini dapat berdampak baik bagi CSRA,” ucap Iqbal kepada Kontan, Selasa (18/1).
Sebagai informasi, cangkang sawit memiliki banyak kegunaan dan manfaat. Adapun limbah cangkang sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku arang, bahan baku boiler yang dapat mengubah limbah menjadi uap untuk menggerakkan turbin dan dapat juga digunakan sebagai bahan pengeras jalan.
Cangkang sawit diproyeksikan dapat menjadi salah satu komoditi ekspor andalan CSRA di masa mendatang. Dengan harapan pembangunan pabrik kelapa sawit CSRA di daerah Tapanuli Selatan dan di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dapat berjalan lancar sehingga tambahan lahan produksi sawit tersebut dapat menghasilkan cangkang sawit yang lebih banyak.
Dalam menilai potensi bisnis cangkang sawit tersebut, CSRA menyerahkan urusan kepada Departemen Keberlanjutan CSRA yang bertugas dalam mengolah limbah sawit menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan. Potensi ekspor cangkang sawit tersebut akan dinilai dari realisasi pembukaan lahan sawit CSRA. “Apabila terealisasi, artinya makin banyak produksi sawit yang dihasilkan sehingga mendorong produksi cangkang sawit yang lebih banyak,” terang Iqbal.
Terkait volume produksi di tahun 2021, CSRA telah memproduksi CPO sebesar 40 ribu ton, di mana permintaannya banyak dari pasar domestik. Jumlah produksi tersebut diperkirakan akan meningkat sebesar 10% pada tahun 2022 ini.
Sedangkan untuk pendapatan CSRA pada tahun 2021, jumlahnya diakui meningkat 3 kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut didorong oleh harga CPO yang lebih tinggi dibanding tahun 2020.
Berdasarkan keterangan resmi CSRA, pada kuartal III 2021 CSRA membukukan pendapatan sebesar Rp 653,04 miliar. Jumlah ini naik 44,7 % secara year on year (yoy) bila dibandingkan dengan pendapatan pada kuartal III/2020 senilai Rp451,24 miliar.
Sementara itu, CSRA mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp178,74 miliar. Jumlah tersebut naik 179,2% bila dibandingkan dengan perolehan Rp64,02 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Menghadapi tahun 2022, CSRA alokasikan belanja modal atau Capital Expenditure (capex) sebesar Rp 200 miliar, dengan rincian Rp 180 miliar akan digunakan untuk pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) II di Tapanuli Selatan yang meliputi pembangunan kantor, kilang minyak dan sebagainya.
“Selanjutnya, Rp20 miliar sisanya digunakan untuk penanaman sawit baru di kawasan Musi Banyuasin serta kebutuhan operasional lainnya,” pungkas Iqbal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News