Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kerjasama Pertamina dengan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dalam pengelolaan Blok Angola, Afrika, di ujung tanduk. Kabarnya, CNOOC akan membatalkan kerjasama tersebut lantaran kecewa dengan Pertamina.
Sumber KONTAN membisikkan, CNOOC kecewa dengan sikap Pertamina terkait pengelolaan Blok West Madura. " CNOOC tidak percaya lagi dengan sikap plin plan Pertamina," ujar sumber tersebut kepada KONTAN.
Awalnya, CNOOC dengan Pertamina sepakat melakukan swap blok. CNOOC akan mengandeng Pertamina mengelola Blok Angola asalkan Pertamina juga membolehkan CNOOC beroperasi di Blok West Madura. Sumber itu membisikan, kesepakatan itu terjadi ketika Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan berkunjung ke Beijing, China, pada 12 April lalu.
Namun, nyatanya Pertamina bersikeras untuk mendapatkan 100% di Blok West Madura. Akibatnya, Pemerintah China berang dan lalu memerintahkan CNOOC mundur dari Blok West Madura.
Perusahaan minyak China ini kemudian melayangkan surat pada 4 Mei ke BP Migas. Isi surat yang ditandatangani oleh President Director CNOOC Madura Ltd, Duan Cheng Gang menyatakan CNOOC Madura Ltd tidak akan ikut terlibat dalam pengelolaan Blok West Madura setelah 6 Mei 2011. "Kecuali semua pihak bersepakat dan pemerintah Indonesia memberikan jaminan untuk menyetujui perpanjangan Blok migas West Madura dengan term and condition yang diterima oleh semua pihak," bunyi surat yang diterima KONTAN.
Purelink Investment Ltd sebagai partner CNOOC juga ikut mundur dalam Blok West Madura. Berbeda dengan CNOOC yang tidak menyebutkan alasannya secara jelas, surat Purelink secara gamblang menyatakan Pertamina telah melanggar kesepakatan 13 April 2011. "Posisi kami konsisten dengan CNOOC, partner kami di Indonesia. Jika posisi CNOOC berubah, kami juga akan mengubah posisi kami," bunyi surat yang diteken Direktur Purelink Rajiv Ricky Budharani itu.
Asal tahu saja, CNOOC menjual 12,5% pengelolaan saham Blok West Madura ke Purelink pada 17 Maret lalu. Purelink adalah mitra lama CNOOC di Indonesia. Sumber itu mengatakan, pada 13 April lalu telah terjadi kesepakatan yang menyatakan Pertamina mendapatkan 60% saham dan empat perusahaan lainnya masing-masing 10%. Kodeco tetap menjadi operator, sementara Pertamina akan menjadi operator setelah 31 Desember 2013. Kesepakatan tersebut ditandatangani wakil dari Kementerian ESDM, BP Migas, Pertamina, Kodeco, CNOOC, Sinergindo dan Purelink.
Beijing gerah
Sumber yang sama mengatakan, sikap Pertamina ini telah membuat Perdana Menteri China Wen Jiabao marah saat bertandang ke Indonesia beberapa waktu lalu. "Pemerintah China beranggapan ini adalah balasan dari pemerintah Indonesia akibat dari AC FTA," kata sumber KONTAN.
Namun, Staf Ahli Menteri ESDM bidang Investasi dan Produksi Kardaya Warnika membantah hal tersebut. "Kesepakatan blok migas ini adalah hal biasa. Ada yang masuk dan ada yang keluar. Ini murni bisnis," kata Kardaya.
Lebih jauh, Kardaya menyatakan, mundurnya CNOOC tidak akan berdampak kepada iklim investasi di Indonesia dalam sektor migas. Menurut Kardaya, investasi migas masih akan menjadi sektor yang menarik. "Yang mempengaruhi investasi potensi migas adalah cadangan migas. Potensi cadangan migas kita masih banyak," tutur Kardaya.
Kabarnya CNOOC tidak berdiam diri. Menurut sumber KONTAN di CNOOC, kemungkinan besar CNOOC akan mengajukan hal ini ke arbitrase internasional. "CNOOC masih mempelajari pasal-pasal kontrak yang bisa diajukan ke arbitrase internasional," kata sumber tersebut.
Pertamina juga membantah tudingan melanggar kesepakatan dengan CNOOC. Vice President Communication Pertamina Moch. Harun mengatakan surat yang disampaikan CNOOC tidak mengatakan kecewa terhadap Pertamina.
Harun juga membantah tentang pertemuan di Beijing yang membicarakan swap Blok West madura dengan Angola. "Untuk pertemuan di Beijing murni membicarakan tentang kerjasama bisnis diluar WMO, tidak ada satu katapun terkait dengan WMO yg dibicarakan di sana," kata Harun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News