kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ConocoPhillips hengkang dari Blok Corridor, investasi hulu migas masih menarik?


Minggu, 12 Desember 2021 / 19:08 WIB
ConocoPhillips hengkang dari Blok Corridor, investasi hulu migas masih menarik?
ILUSTRASI. Pekerja Indonesia di conocophillips


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hengkangnya ConocoPhillips dari Blok Corridor menjadi perbincangan hangat di Industri hulu minyak dan gas (migas) belakangan ini. Pada 8 Desember 2021 lalu, PT Medco Energi Internasional Tbk melalui keterangan tertulisnya mengumumkan telah  menandatangani kesepakatan untuk mengakuisisi seluruh saham  ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) dari anak perusahaan ConocoPhillips (COP), Phillips International Investment Inc.

Untuk diketahui, CIHL memegang 100% saham ConocoPhillips (Grissik) Ltd. (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. CPGL sendiri merupakan Operator dari Blok Corridor dengan kepemilikan hak partisipasi sebesar 54%. Blok Corridor memiliki dua lapangan produksi minyak dan tujuh lapangan produksi gas berlokasi di onshore Sumatera Selatan, Indonesia.

Dengan adanya transaksi ini,‘hak ekonomi’ yang sebelumnya Phillips International Investment Inc dapatkan dari kepemilikan hak partisipasi 54% CPGL di Blok Corridor beralih ke MEDC.

Kepergian ConocoPhillips dari Blok Corridor menambah daftar investor migas asing yang hengkang dari proyek-proyek migas di Indonesia. Di sisi lain, sebelumnya, beberapa investor migas asing juga menyatakan berencana mundur dari proyek-proyek migas tertentu di Indonesia.

Baca Juga: Aprobi perkenalkan biodiesel sebagai bagian energi baru terbarukan berbasis sawit

Kontan.co.id mencatat, Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell), pemegang 35% hak partisipasi di Blok Masela itu menyatakan berencana mundur dari proyek Lapangan Abadi tersebut. Di lain pihak, Chevron juga dikabarkan dalam proses mencari mitra pengganti untuk pengembangan Indonesia Deepwater Development (IDD) di tahap berikutnya. Berdasarkan Laporan Tahunan 2020 SKK Migas, Chevron telah mengajukan izin buka data untuk mencari potensial investor baru sejak Juli 2019. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal mengatakan, perusahaan migas internasional global semakin ketat dalam menyeleksi portofolio investasi mereka secara global. Faktor pendorongnya bermacam-macam, mulai dari ketidakpastian akibat fluktuasi harga minyak, tingkat risiko bisnis hulu migas yang semakin tinggi, serta maraknya transisi ke arah energi baru terbarukan (EBT). 

Di tengah kondisi yang demikian, Indonesia ‘berkompetisi’ dengan negara penghasil migas lainnya dalam menarik investor hulu migas. “Jadi kita harus benchmarking dengan negara-negara kompetitor tersebut, harus bisa agile dalam policy kita beradaptasi dengan pasar investasi yang terus berubah dan berkembang, tawarkan sesuatu nilai tambah,” ujar Moshe kepada Kontan.co.id (11/12).

Menurut Moshe, nilai tambah yang dimaksud bisa berupa kepastian hukum dan investasi, kemudahan berinvestasi, serta fasilitasi kerja sama antara investor migas swasta dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

“Migas itu proyek/bisnis jangka panjang, puluhan tahun, dengan tingkat resiko yang besar, setiap investor harus bisa yakin bahwa apa yang mereka hitung dan prediksi/harapkan akan kurang lebih sesuai, tanpa ada kekhawatiran bahwa di tengah perjalanan bisa berubah sewaktu-waktu,” terang Moshe.

Baca Juga: Catat! PGN akan berubah nama menjadi Pertamina Gas Negara

Persaingan yang ketat dalam memikat minat investasi investor hulu migas global juga disadari oleh pihak SKK Migas. “Saat ini perusahaan besar sangat selektif memilih portofolio bisnis mereka, karena alokasi kapital sektor hulu migas berkurang, pindah ke proyek-proyek yg memiliki lingkup inisiatif pengurangan karbon atau low carbon initiatives,” ujar Deputi Perencanaan SKK Migas, Benny Lubiantara kepada Kontan.co.id (11/12).

Benny bilang, tantangan RI ke depan ialah memperbaiki  ketentuan dan persyaratan fiskal hulu migas secara radikal dan memberi kemudahan bisnis bagi pelaku industri hulu migas. Saat ini SKK Migas dan Kementerian Keuangan yang dimotori oleh Badan Kebijakan Fiskal tengah mengkaji dan membuat simulasi untuk mengetahui elemen-elemen yang perlu ditingkatkan dalam rangka perbaikan ketentuan fiskal. 

Opsi-opsi yang tengah dikaji di antaranya seperti peningkatan bagi hasil atau split, pembebasan pajak tidak langsung, serta insentif elemen-elemen fiskal lainnya. Sementara itu, aspek non fiskal yang tengah dikaji di antaranya seperti simplifikasi perizinan, pemberian kepastian hukum, dan lain-lain.

“Harapannya (perbaikan ketentuan fiskal dan non fiskal) tentunya (bisa diimplementasikan) secepatnya karena dengan adanya energi transisi ini waktu kita terbatas,” tutur Benny.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×